Jumat, 12 Februari 2010

Jumat, 12 Februari 2010
Divonis 18 Tahun, Antasari Banding
di sadur dari http://www.radarsulteng.com/berita/index.asp?Berita=Utama&id=63184

Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar harus bersiap mendekam lama di balik jeruji tahanan. Itu setelah majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kemarin (11/2), memvonis Antasari 18 tahun penjara dalam kasus pembunuhan Dirut PT Putra Rajawali Banjaran (PRB) Nasrudin Zulkarnaen.

Putusan tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum yang mengajukan tuntutan hukuman maksimal, yakni hukuman mati. Antasari tampak tenang saat ketua majelis hakim Herri Swantoro mengetuk palu usai membacakan putusan. Namun dia langsung mengambil sikap tegas.

“Kami sangat menghargai objektivitas hakim. Namun beri kami kesempatan untuk mewujudkan keadilan, kami akan mengajukan banding," kata Antasari setelah sempat berkonsultasi dengan tim penasehat hukumnya. Sikap Antasari tersebut langsung disambut tepuk tangan dari pengunjung sidang.

Saat Antasari dibawa ke mobil tahanan untuk dikembalikan ke Rutan Khusus Narkotika Polda Metro Jaya, mantan Direktur Penuntutan Umum Kejaksaan Agung itu menilai ada inkonsistensi dalam putusan hakim. "Saya hanya ingin mewujudkan kebenaran untuk menggapai keadilan. Ada hal-hal yang tidak konsisten dan tidak profesional dalam putusan ini," sebutnya.

Setelah sidang ditutup, Antasari yang mengenakan batik lengan panjang warna kuning langsung berdiri dan berbalik ke arah pengunjung sidang. Pandangan matanya lantas mencari istri dan kedua putrinya yang ada di deretan pengunjung sidang. Sementara suasana ruang sidang Prof. H. Oemar Seno Adji makin riuh karena puluhan jurnalis berusaha mendekat ke arah Antasari.

Akibatnya, dua putri Antasari, Andita Dianoctora Antasari Putri dan Ajeng Oktarifka Antasari Putri, sampai harus melompati kursi untuk bisa sampai ke ayahnya itu. Saat bertemu, ketiganya lantas berpelukan. Antasari yang matanya tampak berkaca-kaca, menciumi pipi kedua putrinya itu.

Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan Antasari terbukti secara sah bersalah turut serta melakukan penganjuran melakukan pembunuhan berencana. Itu sesuai dengan dakwaan jaksa yang menjerat dengan pidana pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 55 ayat (1) ke-2 KUHP jo pasal 340 KUHP.

Unsur-unsur dalam pasal yang didakwakan, menurut hakim, telah terpenuhi. Hakim menilai ada hubungan antara Antasari, Sigid Haryo Wibisono, dan Wiliardi Wizar dalam melakukan perbuatan itu. Yakni adanya pertemuan di rumah Sigid di Jalan Pati Unus, Jaksel, dan Antasari yang bercerita tentang teror yang dialaminya.

Kemudian ada penyerahan amplop coklat berisi foto Nasrudin, mobil, dan rumahnya, serta penyerahan uang Rp 500 juta . "Sehingga terdapat rangkaian perbuatan dan kerjasama antara terdakwa, Sigid Haryo Wibisono, dan Wiliardi Wizar," urai hakim Prasetya Ibnu Asmara.

Antasari juga disebut terbukti dalam melakukan penganjuran. Itu ditunjukkan dengan Wiliardi yang mencari orang untuk menghentikan teror setelah bertemu dengan Antasari dan Sigid. "Terdakwa memberikan sarana dengan memberikan keterangan-keterangan tentang teror," kata hakim.

Putusan yang lebih ringan dari tuntutan jaksa juga diberikan majelis hakim dalam sidang yang digelar terpisah terhadap Sigid Haryo Wibisono, Wiliardi Wizar, Jerry Hermawan Lo. Masing-masing divonis 15, 12, dan 5 tahun penjara (selengkapnya lihat grafis).

Menurut hakim Charis Mardiyanto yang memimpin sidang Sigid, terdakwa ikut dalam perencanaan pembunuhan itu meski keterlibatannya secara tidak langsung. "Unsur direncanakan menghilangkan nyawa orang terpenuhi. Namun, terdakwa tidak secara langsung terlibat. Dia hanya turut serta," kata Charis.

Meski memiliki pertimbangan hukum hampir sama dengan putusan dalam sidang Antasari, majelis hakim dalam sidang Sigid tidak bulat dalam memberikan putusan. Albertina Ho, anggota majelis hakim, menyatakan disenting opinion (berbeda pendapat). Dia justru mengajukan hukuman lebih berat bagi Sigid.

Albertina beralasan, Sigid dinilai mengetahui maksud Antasari Azhar yang mengatakan agar Sigid "mengamankan" kasus itu. "Berdasarkan transkrip pembicaraan, terdakwa memahami secara tersirat bahwa ada perintah untuk membunuh," kata Albertina Ho.

Sementara dalam sidang Wiliardi, majelis hakim yang dipimpin hakim Artha Theresia juga menyatakan terdakwa ikut dalam perencanaan pembunuhan. Selain itu, mantan Kapolres Jaksel itu mencari eksekutor yang disebut akan menjalankan tugas negara. Sehingga dia dipertemukan oleh Jerry Hermawan Lo dengan Eduardus Noe Ndopo Mbete alias Edo.

Para penasehat hukum para terdakwa kompak keberatan dengan putusan majelis hakim. Mereka langsung mengajukan banding. "Pertimbangan hakim sangat dangkal. Kita (penasehat hukum) menilai ada rekayasa, tapi hakim tidak menjelaskan itu," kata M. Assegaf, salah satu kuasa hukum Antasari, usai sidang.

Dia mencontohkan tentang peristiwa di kamar 803 Hotel Gran Mahakam antara Antasari dan Rani Juliani yang direkam. Demikian juga Sigid yang merekam pertemuan dengan Antasari. "Seorang hakim yang profesional, harusnya memberikan alasan kenapa tidak menjelaskan itu. tidak cukup hanya dengan menyatakan unsur-unsur pasal telah terbukti," kritik pengacara senior itu.

Maqdir Ismail, penasehat hukum Antasari lainnya, enggan berspekulasi dengan dugaan adanya intervensi pada majelis hakim dalam memberikan putusan. "Yang jelas, putusan ini menunjukkan hakim sangat ragu-ragu," katanya. Dia memberi contoh kesaksian Wiliardi Wizar tentang adanya tekanan yang tidak dipertimbangkan hakim.

Sementara Sholeh Amin, penasehat hukum Sigid mengatakan, tidak ada satu pun saksi fakta yang mengungkapkan adanya pembicaraan perencanaan pembunuhan yang dilakukan oleh Sigid, Antasari, dan Wiliardi. "Artinya, antara pertimbangan hukum dengan diktum putusan tidak berkorelasi," tegasnya.

Meski menyatakan banding, Sigid sepertinya lega lolos dari hukuman mati. Berdasarkan pengamatan Jawa Pos, setelah sidang selesai, Sigid langsung mendatangi tim pengacara. Salah seorang pengacara berbisik kepada dia. Keduanya lantas tertawa bebarengan. Tanpa banyak berkomentar, Sigid yang mengenakan batik cokelat itu langsung keluar ruangan sidang menuju mobil yang membawanya ke tahanan Polda Metro Jaya.

Santrawan T. Paparang, kuasa hukum Wiliardi juga menyatakan hal serupa. Menurutnya, sejumlah fakta hukum tidak dipertimbangkan majelis hakim saat mengambil putusan. "Banyak fakta-fakta yang tidak dipakai. Jelas, kami akan banding," tegasnya. Dia menyebut, keterangan ahli balistik dan ahli pidana yang tidak digunakan hakim dalam pertimbangannya.

Jaksa Agung Pastikan Banding

Di bagian lain, Jaksa Agung Hendarman Supandji memastikan pihaknya akan melakukan banding atas putusan majelis hakim PN Jaksel dalam putusan Antasari Cs. "Kalau di bawah tuntutan jaksa, itu tolok ukurnya pasti kita banding," kata Hendarman di Kantor Presiden, Jakarta, kemarin.

Mantan jaksa agung muda pidana khusus (JAM Pidsus) itu mengatakan, jika putusan dan tuntutan terpaut jauh, biasanya jaksa akan melakukan banding. Meski demikian, jaksa akan tetap menggunakan waktu tujuh hari untuk menyatakan pendapat.

Apakah vonis yang berbeda jauh dengan tuntutan mati karena bukti-bukti yang diajukan jaksa lemah? "Bukan masalah buktinya lemah, ternyata majelis hakim memutuskan, ada perbuatan dan bersalah. Itu yang penting. Kalo bebas lah itu berarti kan tidak terbukti, yang penting bahwa perbuatan itu ada dan dinyatakan bersalah," kata Hendarman.

Di tempat yang sama, Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri mengatakan akan menggelar sidang kode etik tanpa menunggu proses banding. Hal itu untuk membahas tentang nasib Wiliardi di korps baju coklat itu. "Iya kita... tidak usah (menunggu banding). Setelah ini nanti dinyatakan selesai persidangan dan upaya hukum bersangkutan, kita tentunya kode etik profesi akan diberlakukan bagi yang bersangkutan," kata Kapolri.

Apakah akan mengarah ke pemecatan dari Kesatuan? "Iya nanti akan mengarah kesana," kata Kapolri.

Saat Vonis, Pimpinan KPK Pilih Raker

Ke mana para pimpinan KPK saat Antasari Azhar menghadapi vonis berat hakim PN Jakarta Selatan kemarin? Sejak pagi, mereka tengah menyelenggarakan rapat kerja yang membahas masalah penindakan korupsi di kawasan Bogor.

Empat pimpinan KPK menghadiri rapat kerja itu. Mereka adalah Tumpak Hatorangan Panggabean, Bibit Samad Rianto, Chandra Marta Hamzah dan M Jasin. Hanya, Haryono yang tinggal menjaga kantor. "Saya yakin para pimpinan juga menyaksikan dan mengikuti vonis untuk Pak Antasari," jelas seorang sumber di internal lembaga itu.

Dalam rapat itu, pimpinan KPK akan membahas banyak hal. Di antaranya efektifitas penindakan korupsi, termasuk membahas insiden diantarnya Mantan Jamintel Wisnu Subroto oleh Direktur Penuntutan Feri Wibisono usai bersaksi untuk Anggodo Widjojo, pekan lalu. Kasus ini memang amat menyita perhatian pimpinan KPK.

Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengungkapkan bahwa rapat itu sudah diagendakan sangat lama. Bahkan, sebelum majelis hakim yang menyidangkan Anntasari menjadwalkan penjatuhan vonis untuk Antasari, kemarin. "Ini sudah program kerja lama. Jadi, tidak ada kesengajaan menjadwalkan raker agar berbarengan dengan vonis Pak Antasari," ungkapnya. Dia mengungkapkan raker tersebut demi perbaikan kinerja pemberantasan korupsi ke depan.

Johan menjelaskan sejumlah pegawai KPK juga mengikuti pembacaan vonis untuk mantan pimpinannya itu secara seksama. Mereka menyaksikan itu dari televisi yang ada di kantornya. "Pegawai juga mengikuti pembacaan (vonis)," jelasnya.

Namun terkait vonis berat itu, Johan tak bisa berkomentar banyak. "Secara institusi ini merupakan wilayah hukum," ucapnya. Tapi secara pribadi, Johan yang juga menjadi Ketua Paguyuban Karyawan di KPK itu berharap agar Antasari dan keluarganya diberikan ketabahan. "Saya berharap Pak Antasari dan keluarga tabah. Bagaimanapun kita pernah bersama," terangnya.

Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto yang ditanya soal vonis 18 tahun terhadap mantan koleganya itu memilih mengunci bibir. "No comment, terima kasih," ucapnya.

Saat Antasari menghadapi kasus tersebut, para pimpinan KPK seolah-olah membikin garis demarkasi dengan kasus yang dihadapi mantan ketuanya itu. Tak sekalipun para pimpinan KPK pernah mendatangi persidangan kasus pemmbunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen.

Saat jaksa kasus itu menuntut mati Antasari, tak seorang pun pimpinan KPK yang bersedia mengomentari tuntutan hukuman tersebut. Sikap inilah yang belakangan mengundang empati pengacara senior Adnan Buyung Nasution. Diam-diam Buyung menemui Antasari di tahanan.

Dalam menghadapi kasus itu yang terlihat, hanya sekali Chandra Marta Hamzah mendatangi persidangan. Itu pun kapasitasnya sebagai saksi dalam persidangan tersebut. Usai memberikan keterangan, Chandra terlihat mencium koleganya itu. (fal/aga/sof/git)

Senin, 08 Juni 2009

HUBUNGAN ANTARA KASUS MALARIA DENGAN KONDISI SANITASI RUMAH TEMPAT TINGGAL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KUTA KECAMATAN PUJUT KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009















OLEH



ABDULLAH
311. 03. 001









FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
2009

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, kualitas kehidupan manusia, meningkatkan kesejahteraan manusia dan masyarakat serta untuk mempertinggi kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat. Sarana dan kebijakan pembangunan perumahan dewasa ini dirasakan pada golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah, daerah kumuh, perkotaan, daerah pedesaan dan daerah terpencil (GBHN, 1993).
Untuk kelangsungan hidupnya manusia memerlukan beberapa kebutuhan-kebutuhan pokok yang harus dimiliki sepanjang hidupnya. Dari beberapa kebutuhan tersebut terdapat tiga unsur utama diantaranya kebutuhan pokok meliputi pangan, sandang dan papan atau perumahan yang harus ada sejak manusia itu dilahirkan.(Entjang, 1982)
Manusia membutuhkan rumah sebagai tempat untuk berteduh atau berlindung diri dari gangguan cuaca atau Kondisi iklim yang kurang sesuai dengan tubuh manusia, untuk beristirahat mengadakan kegiatan rutin untuk memenuhi kesehatan jasmani bagi kelangsungan hidup seperti mandi, makan, tidur, juga tempat untuk berkumpul dengan seluruh keluarga dan lain-lain. Karena rumah mempunyai berbagai fungsi yang sangat penting bagi kehidupan manusia, maka rumah dan Kondisi lingkungannya yang tidak sehat dapat mempengaruhi derajat kesehatan jasmani maupun rohani bagi para penghuninya juga akan mempermudah timbulnya berbagai macam penyakit. (Azrul Azwar, 1980).

Perumahan yang sehat adalah perumahan yang memenuhi persyaratan antara lain memenuhi kebutuhan psikologis, memenuhi kebutuhan fisiologi, mencegah penularan dan mencegah kejadian kecelakaan (Entjang, 1991).
Dari hasil data statistik pembangunan perumahan di Indonesia tahun 1984, lembaga pembangunan rumah baik swasta maupun pemerintah hanya menyediakan 15% saja dari kebutuhan rumah, selebihnya dibangun oleh masyarakat sendiri, selanjutnya pada tahun 1990 lembaga pembangunan rumah swasta dan pemerintah membangun 706.939 unit rumah. Angka tersebut sangat kecil bila dibandingkan dengan kebutuhan penduduk akan perumahan sehat. (Depkes RI, 1990).
Salah satu penyakit yang ditimbulkan akibat rumah yang tidak sehat adalah Malaria. Dimana penyakit malaria merupakan penyakit yang erat kaitannya dengan Kondisi sanitasi rumah seperti tidak memasang kawat kasa pada ventilasi, Kondisi sarana air bersih, Kondisi tempat pembuangan sampah dan Kondisi sarana pembuangan air limbah, keadaan gantungan baju, genangan air disekitar rumah, jarak rumah dengan waduk/embung, jarak rumah dengan air payau/rawa-rawa hal ini akan berisiko menyebabkan penyakit Malaria. (Kusnindar, 1990).
Sejak tahun 1968, upaya pencegahan penyakit malaria telah diintegrasikan kedalam sistem kesehatan yang ada. Di mana pelaksanaan operasional diselenggarakan oleh Puskesemas dan jajaran lainnya di Kecamatan dan di tingkat Desa dengan bantuan dan bimbingan dari Kabupaten dan Provinsi. ( Dep Kes RI Dirjen PPM&PL, 2003).
Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian malaria dilaksanakan melalui program pencegahan malaria yang kegiatannya antara lain meliputi ; perbaikan Kondisi sanitasi rumah masyarakat, penggunaan kelambu, pemasangan kawat kasa pada ventilasi rumah, menjaga Kondisi sarana penampungan air, memperhatikan kebersihan tempat pembuangan sampah dan kebersihan saluran SPAL yang kesemuanya ditujukan untuk memutus mata rantai penularan malaria. (Dep Kes RI Dirjen PPM&PL 2003 ).
Penyakit Malaria erat kaitanya dengan sanitasi perumahan yang tidak sehat dan tidak memenuhi syarat, karena sanitasi rumah yang tidak sehat dan memenuhi syarat akan mendatangkan risiko seseorang mengalami penyakit-penyakit berbasis lingkungan seperti Malaria (Depkes. 2002).
Di Provinsi Nusa Tenggara Barat dari penyebaran penyakit malaria di semua wilayah pegunungan dan daratan rendah, penyakit malaria paling banyak ditemukan di daerah pantai dan daerah pedalaman (pegunungan dan transmigarasi). Hal ini disebabkan adanya tempat perkembangan nyamuk Anopheles sebagai vektor penyakit malaria yang berada disekitar permukiman penduduk. Tempat - tempat perkembang biakan nyamuk Anopheles yang paling disenangi antara lain; lagun, muara sungai, dan rawa-rawa di daerah pantai, serta genangan-genagan air sungai yang mengalir di daerah pegunungan.
Bebarapa daerah di Provinsi Nusa Tenggara Barat khususnya Kabupaten Lombok Tengah merupakan daerah endemis malaria, karena daerah tersebut memiliki tempat-tempat perindukan yang sangat pontensial bagi vector pembawa penyakit untuk berkembang biak. Adanya lagun-lagun di sepanjang pesisir pantai dan aliran-aliran sungai di pegunungan merupakan tempat-tempat perindukan yang sangat pontensial.
Berdasarkan data Annual Malaria Incidence ( AMI ) Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat, kasus malaria mengalami kenaikan dari tahun 2007 sampai dengan 2008. Pada tahun 2007 jumlah AMI sebesar 19,25 0/00 dan tahun 2008 naik menjadi 21,3 0/00. Sedangkan apabila kasus malaria dilihat perkabupaten kasus malaria dilihat per Kabupaten kasus malaria di Kabupaten Lombok Tengah mengalami kenaikan, pada tahun 2007 dengan AMI sebesar 4,794 0/00 sedangkan tahun 2008 naik sebesar 5,7 0/00. ( Profil Dikes Prop. NTB, 2007).
Berdasarkan hasil rekapitulasi laporan bulanan penemuan dan pengobatan penderita malaria malaria Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Tengah tahun 2007 diperoleh data bahwa dari seluruh wilayah kerja puskesmas yang ada di Kabupaten Lombok Tengah kasus malaria tertinggi di wilayah kerja puskesmas Kuta Kecamatan Pujut dengan Annual Malatria Incidence (AMI ) 64,1 0/00, lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata di Kabupaten Lombok Tengah sebesar 5,7 0/00. Sedangkan kasus malaria terendah terdapat di wilayah kerja puskesmas Praya dengan Annual Malatria Incidence (AMI ) 10,5 0/00. ( Profil Dikes Kab. Loteng, 2008).
Dari data Puskesmas Kuta, di wilayah kerja Puskesmas Kuta terdiri dari 5 (lima) Desa yaitu, Desa Kuta, Rembitan, Mertak, Prabu, dan Tumpak dengan Jumlah penduduk 31.866 jiwa dan 18.065 Kepala kerluarga, Sedangkan jumlah Rumah yang ada di 5 (lima) Desa di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta tercatat sebanyak 13. 474 rumah. (Puskesmas Kuta, 2008).
Menurut survey awal yang dilakukan penelitian yang terdapat 13.474 rumah, sebanyak 9.425 rumah dikategorikan rumah sehat dan 4.047 dikategorikan tidak sehat.
Sedangkan angka kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Kuta pada bulan Januari sampai dengan Februari tahun 2009 yang positif mengalami malaria sebanyak sebanyak 43 orang dari 200 suspek yang diperiksa slide darahnya di Puskesmas Kuta, yang tersebar di 5 desa yang merupakan wilayah kerja Puskesmas Kuta dengan perincian Desa Kuta sebanyak 29 kasus dari 70 suspek yang diperiksa, Desa Rambitan sebanyak 1 kasus dari 20 suspek yang diperiksa, Mertak sebanyak 1 kasus dari 32 suspek yang diperiksa, Prabu sebanyak 3 kasus dari 50 suspek yang diperiksa dan Tumpak sebanyak 9 kasus 28 suspek yang diperiksa. (Puskesmas Kuta, 2009).
Berangkat dari hal tersebut maka peneliti tertarik mengangkat judul tentang perbedaan Kondisi sanitasi penderita malaria dan rumah bukan penderita malaria penyakit malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Kabupaten Lombok Tengah tahun 2009
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang tersebut di atas dapat di identifikasi masalah sebagai berikut:
1. Angka kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Kuta pada bulan Januari sampai dengan Februari tahun 2009 yang positif mengalami malaria sebanyak sebanyak 43 orang dari 200 suspek yang diperiksa slide darahnya di Puskesmas Kuta, yang tersebar di 5 desa yang merupakan wilayah kerja Puskesmas Kuta dengan perincian Desa Kuta sebanyak 29 kasus dari 70 suspek yang diperiksa, Desa Rambitan sebanyak 1 kasus dari 20 suspek yang diperiksa, Mertak sebanyak 1 kasus dari 32 suspek yang diperiksa, Prabu sebanyak 3 kasus dari 50 suspek yang diperiksa dan Tumpak sebanyak 9 kasus 28 suspek yang diperiksa. (Puskesmas Kuta, 2009).
2. Upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian malaria dilaksanakan melalui program pencegahan malaria yang kegiatannya antara lain memasang kawat kasa pada ventilasi, menjaga kondisi sarana air bersih, menjaga kondisi tempat pembuangan sampah dan Kondisi sarana pembuangan air limbah, keadaan gantungan baju, genangan air disekitar rumah, jarak rumah dengan waduk/embung, jarak rumah dengan air payau/rawa-rawa hal ini akan berisiko menyebabkan penyakit Malaria. (Kusnindar, 1990)
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Pada penelitian ini masalah di batasi pada “Hubungan antara kasus malaria dengan kondisi sanitasi rumah tempat tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah Tahun 2009”
2. Perumusan Masalah
"Adakah Hubungan antara kasus malaria dengan kondisi sanitasi rumah tempat tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah Tahun 2009?".




D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara kasus malaria dengan kondisi sanitasi rumah tempat tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah Tahun 2009
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi kasus malaria di wilayah kerja Puskesmas Kuta Kabupaten Lombok Tengah Tahun 2009
b. Mengidentifikasi kondisi sanitasi rumah tempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Kuta Kabupaten Lombok Tengah Tahun 2009
c. Menganalisis hubungan antara kasus malaria dengan kondisi sanitasi rumah tempat tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah Tahun 2009

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan peneliti khususnya dalam bidang Kesehatan Lingkungan kaitannya dengan hubungan kasus malaria dengan keadaan sanitasi rumah tempat tinggal
2. Bagi Masyarakat
Sebagai bahan masukan bagi masyarakat untuk melakukan pencegahan penyakit Malaria


3. Bagi Instansi Terkait
Sebagai bahan masukan bagi Dinas kesehatan untuk mengambil kebijakan guna membantu mengurangi kejadian Penyakit Malaria
4. Bagi FKM
Sebagi bahan untuk menambah refleksi terutama dalam bidang mata kulaih terutama pada mata kuliah Kesling, khususnya yang berkaitan kasus malaria dengan kondisi sanitasi rumah tempat tinggal.

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Kondisi Sanitasi Rumah
1. Pengertian Rumah
Menurut Azrul azwar (1990) Rumah bagi manusia mempunyai arti :
a. Sebagai tempat untuk melepaskan lelah, beristirahat setelah penat melaksanakan kewajiban sehari-hari.
b. Sebagai tempat untuk bergaul dengan keluarga atau membina rasa kekeluargaan bagi segenap anggota keluarga yang ada.
c. Sebagai tempat untuk melindungi diri dari bahaya yang datang mengancam.
d. Sebagai lambang status sosial yang dimiliki, yang masih dirasakan hingga saat ini.
e. Sebagai tempat untuk meletakkan atau menyimpan barang-barang berharga yang dimiliki, yang terutama masih ditemui pada masyarakat pedesaan.
Fungsi rumah sebagai perlindungan terhadap penyakit menular ialah rumah yang dapat melindungi dari penghuninya terhadap pemaparan bibit penyakit, karena rumah yang terlalu sempit atau banyak penghuninya maka ruangan akan kekurangan oxigen sehingga akan menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh, Kondisi tersebut berpotensi memudahkan Kejadian penyakit seperti malaria (Entjang, 1999).

2. Pengertian Sanitasi
Pengertian sanitasi menurut WHO (1965) yang dikutip Azrul Azwar adalah suatu usaha untuk mengendalikan beberapa faktor lingkungan fisik yang berpengaruh terhadap manusia terutama hal-hal yang dapat merusak perkembangan fisik, kesehatan dan kelangsungan hidup. Sedangkan pengertian lain dari sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitik beratkan pada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi atau mungkin mempengaruhi derajat kesehatan manusia ( Azwar, 1990 ).
3. Pengertian Rumah Sehat
Pengertian rumah sehat adalah tempat untuk berlindung atau bernaung dari pengaruh Kondisi alam sekitarnya serta merupakan tempat untuk beristirahat setelah bertugas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari ( Suharmadi, 1985 ).
Rumah bagi manusia mempunyai arti yang sangat penting, sehingga rumah sering disebut sebagai kebutuhan pokok manusia. Rumah bagi manusia mempunyai beberapa arti, yaitu : ( Azwar, 1990 )
a. Sebagai tempat untuk melepas lelah, beristirahat setelah lelah melaksanakan kewajiban sehari-hari.
b. Sebagai tempat untuk bergaul dengan keluarga atau membina rasa kekeluargaan bagi segenap keluarga yang ada.
c. Sebagai tempat untuk melindungi diri dari kemunginan bahaya yang datang mengancam.
d. Sebagai lambang status yang dimiliki dan dirasakan hingga saat ini.
e. Sebagai tempat untuk meletakan atau menyimpan barang-barang berharga yang dimiliki terutama msih dijumpai pada masyarakat pedesaan.
f. Dalam kaitan ini rumah juga dapat dirasakan sebagai modal, yang jika Kondisi memaksa dapat dijual untuk menutupi kebutuhan lain yang dianggap lebih utama.
g. Dan lain sebagainya, yakni jika ditinjau dari segi kesehatan lingkungan, maka hal yang paling penting adalah yang menyangkut arti pertama, kedua dan ketiga.
Untuk itu rumah tersebut harus dibangun sedemikian rupa sehingga ketiga arti ini dapat terpenuhi secara optimal.
4. Pengertian Sanitasi Perumahan
Dengan memperhatikan kutipan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sanitasi perumahan menurut penulis adalah sebagai berikut : Sanitasi perumahan adalah suatu usaha mengendalikan Kondisi rumah agar tidak menimbulkan gangguan perkembangan fisik, kesehatan dan kelangsungan hidup penguni rumah atau kesehatan masyarakat yang menitik beratkan pada pengawasan terhadap struktur fisik dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung, yang diduga menjadi mata rantai penularan penyakit dan mempengaruhi kesehatan manusia.


5. Syarat Rumah Sehat
Syarat-syarat rumah sehat menurut Suyono ( 1985 ) adalah rumah yang mempunyai persyaratan antara lain yaitu :
a. Memenuhi kebutuhan fisiologis antara lain :
1) Pencahayaan yang baik, baik cahaya alam maupun buatan.
2) Cukup tempat bermain bagi anak-anak.
3) Ventilasi yang memenuhi persyaratan untuk penggantian udara dalam ruangan.
4) Letak rumah jauh dari sumber pencemaran.
b. Memenuhi kebutuhan psikologis antara lain :
1) Cukup nyaman bagi masing-masing penghuninya.
2) Tiap anggota keluarga terjamin ketenangan dan kebebasannya.
3) Mempunyai jamban dan kamar mandi tersendiri.
4) Letak rumah tidak jauh tempat ibadah dan tempat-tempat lainnya.
c. Mencegah penularan penyakit antara lain :
1) Tersedianya air bersih yang mencukupi dan memenuhi syarat kesehatan.
2) Tidak memberi kesempatan nyamuk, lalat, tikus dan kecoa bersarang didalam dan diluar rumah.
3) Pembuangan sampah terdapat sistem tempat pembungan sampah sementara yang memenuhi syarat.
4) Pembungan kotoran atau tinja dan air limbah dalam suatu sistem saluran dan penampungan tertutup.
5) Ukuran rungan tidur disesuaikan dengan jumlah penghuninya
d. Mencegah kejadian kecelakaan
6. Fakator-faktor yang mempengaruhi santitasi perumahan
Masalah penyehatan lingkungan bukanlah tanggung jawab pemerintah saja, melainkan masyarakat lebih banyak berperan serta untuk menanggulanginya. Oleh karena itu langkah-langkah yang yang diambil untuk pemecahan masalah selalu melibatkan peran serta masyarakat (Djasio Sanropie, dkk, 1989 ).
Kondisi perumahan umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
a. Faktor lingkungan di mana masyarakat itu berada, baik lingkungan fisik, biologis, ataupun sosial.
b. Tingkat perekonomian masyarakat, ditandai dengan pendapatan yang dipunyai, tersedianya bahan-bahan bangunan yang dapat dimanfaatkan dan atau dibeli dan lain sebagainya.
c. Kemajuan teknologi yang dimiliki, terutama teknologi pembangunan.
d. Kebijaksanaan pemerintah tentang perumahan yang menyangkut tata guna tanah, program perumahan yang dimiliki dan lain sebagainya. (Azrul Azwar, 1979).
7. Persyaratan Kesehatan Rumah Tinggal
Menurut Permenkes No. 829 / Menkes / SK / VII / 1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan, Persyaratan Kesehatan Rumah Tinggal adalah sebagai berikut :
a. Komponen dan penataan ruang rumah
Komponen rumah harus memenuhi persyaratan fisik dan bilogis sebagi berikut :
1) Lantai kedap air, mudah dibersihkan
2) Dinding
a) Di ruang tidur, ruang keluarga dilengkapi dengan sarana vetelasi untuk pengaturan sirkulasi udara.
b) Di kamar mandi dan tempat cuci harus kedap air dan mudah dibersihkan.
3) Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan.
2) Bumbungan rumah yang memiliki tinggi 10 m atau lebih harus dilengkapi dengan penangkal petir.
3) Ruang didalam rumah harus ditata agar berfungsi sebagai ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, ruang tidur, ruang dapur, ruang mandi, ruang bermain anak-anak.
4) Ruang dapur harus dilengkapi dengan sarana pembuangan asap.
b. Pencahayaan
Pencahayaan alami dan atau bantuan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan minimal intensitasnya 60 lux.


c. Ventilasi
Syarat-syarat ventilasi yang baik :
1) Luas lubang ventilasi minimum 10 % dari luas lantai ruangan (5 % ventilasi yang tetap, 5 % incidental ).
2) Udara yang masuk harus udara yang bersih, tidak tercampur oleh asap, debu dan lain-lain.
3) Aliran udara diusahakan “ Cross Ventilation ” dengan menempatkan lubang udara berhadapan antara 2 dinding ruangan.
4) Ventilasi alam dengan mengandalkan pergerakkan udara bebas, yang diperoleh dengan pengaturan udara bersih bagi penghuni berdasarkan jenis dan kapasitas ruang berbeda satu sama lainnya seperti dikemukakan oleh para ahli WHO ( 1979 ).
d. Binatang Penular Penyakit, tidak ada tikus bersarang didalam rumah
e. Air
1) Tersedia sarana air bersih dengan kapasitas minimal 60 lt/ hr / org.
2) Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan atau air minum sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
f. Tersedianya sarana penyimpanan makanan yang aman
g. Limbah
1) Limbah cair yang berasal dari rumah tidak mencemari sumber air bersih, tidak menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah.
2) Limbah padat harus dikelola agar tidak menimbulkan bau, pencemaran terhadap tanah serta air tanah.
h. Kepadatan Hunian Ruang Tidur
Kepadatan hunian ruang tidur minimal 8 m dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang tidur.
8. Aspek-Aspek Sarana Sanitasi Perumahan di Pedesaan
a. Sarana Pembuangan Sampah
Sampah dalam ilmu kesehatan lingkungan sebenarnya hanya sebagian dari benda atau hal-hal yang dipandang tidak berguna, tidak dipakai, tidak disenangi atau harus dibuang, sedemikian rupa sehingga tidak menggangu kelangsungan hidup (Soeparlan; Pedoman Pengawasan STTU).
Dalam ilmu kesehatan keseluruhan benda-benda atau hal-hal yang dipandang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau harus dibuang disebut benda-benda sisa atau bekas (Wastes), air limbah dan air bekas (Swage) termasuk pula kedalamnya (Soeparlan ; Sanitasi tempat-tempat umum).
Dari sudut ini dijelaskan jika mebicarakan sampah ( Refuse ), maka pemeliharaan tersebut bersifat terbata. Karena kotoran manusia ( Human Wastes ) serta air limbah ( Swege ) tidak temasuk sampah.
Disini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan sampah ( refuse ) adalah sebagian dari segala sesuatu yang tidak dipakai, yang pada umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia ( termasuk kegitan industri ), tetapi bukan biologis karena kotoran manusia tidak termasuk didalamnya. ( Azwar, 1983 : 54 ).
Adapun bahaya atau gangguan yang dapat ditimbulkan oleh sampah antara lain :
1) Dapat mencemari sumber air.
2) Dapat menimbulkan kebakaran.
3) Dapat menimbulkan kecelakaan misalnya, kena pecahan kaca, paku, dan lain-lain.
4) Dapat menjadi sarang nyamuk, lalat, tikus, kecoa dan jasad-jasad renik yang dapat menjadi perantara atau sumber penyakit.
5) Dapat menggangu keindahan.
6) Dapat menyebabkan pencemaran udara, misalnya bau yang busuk, asap dan lain-lain.
7) Dapat merusak bangunan, menyumbat saluran air hujan dan got sehingga dapat menimbulkan banjir.
Sedangkan penyakit yang dapat ditimbulkan oleh sampah antara lain :
1) Penyakit yang disebabkan oleh tikus seperti pes, demam dan lain-lain.
2) Penyakit yang disebabkan oleh lalat seperti typus, dysentri dan patek dan lain-lain.
3) Penyakit yang disebabkan oleh kecoa seperti diare, typus, dysentri dan penyakit perut.
4) Penyakit yang disebabkan oleh nyamuk seperti demam berdarah, malaria dan lain-lain.
5) Penyakit yang disebabkan oleh cacing seperti kecacingan, penyakit kulit dan lain-lain. (Soewedo Hadiwiyoto, penanganan dan pemanfaatan sampah ).
Oleh karena itu syarat-syarat pembuangan sampah yang memenuhi syarat kesehatan antara lain :
1) Bak sampah terbuat dari bahan kedap, diberi tutup dan mudah dibersihkan.
2) Bak sampah terbuat dari tong atau drum diberi tutup dan mudah dibersihkan.
3) Dengan menggunakan kantong plasti.
4) Dengan menggunakan sistem galian tanah.
b. Sarana Pembuangan Air Limbah
Yang dimaksud dengan air limbah atau air kotor adalah air yang becampur dengan zat-zat padat ( dissolvet dan suspended ) yang berasal dari pembuangan limbahrumah tangga, pertanian, perdagangan dan industri. ( Depkes RI pedoman bidang study pembuangan tinja dan air limbah ).

Jadi air limbah dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
1) Air limbah yang berasal dari rumah tangga.
2) Air limbah yang berasal dari industri atau perusahaan.
Dengan demikian penyakit-penyakit yang dapat ditimbulkan dengan adanya air limbah yang tergenang antara lain :
1) Penyakit malaria.
2) Diare dan penyakit perut.
3) Kecacingan dan penyakit kulit
4) Filariasis (penyakit kaki gajah).
Tujuan pengaturan pembuangan air limbah yaitu :
1) Untuk mencegah pengotoran sumber air rumah tangga.
2) Menjaga makanan kita misalnya sayuran yang dicuci dengan air permukaan.
3) Perlindungan ikan yang hidup dalam kiolam atau kali.
4) Menghindari air dari tanahpermukaan.
5) Perlindungan air untuk ternak.
6) Menghilangkan tempat berkembang biaknya suatu bibit penyakit seperti caning, dan vektor penyebab penyakit (nyamuk dan lalat).
7) Menghilangkan bau-bauan dan pemandangan yang tidak sedap.
8) Tempat pembuangan air limbah harus memenuhi persyaratan antara lain :
a). Membuat saluran yang dialirkan ke selokkan
b). Membuat saluran yang dialirkan ke lubang penampungan atau lubang persesapan.
Dua hal tersebut diatas bertujuan agar :
(a). Tidak mencemari sumber air bersih
(b). Tidak menimbulkan genangan air
(c). Tidak menimbulkan bau dan lain – lain. ( Depkes RI, 1989 )
Yang terpenting dalam pembuatan sarana pembuangan air limbah adalah dengan mengusahakan agar sarana tersebut tidak mencemari sumber air bersih, tidak menimbulkan genangan air, tidak menimbulkan bau, dan tidak menimbulkan becek hal ini dapat diwujutkan dengan membuat drainase disekitar rumah yang dialirkan ke selokan, lubang peresapan atau untuk mengaliri tanaman.
B. Malaria
1. Definisi Penyakit Malaria
Penyakit malaria adalah penyakit yang ditularkan oleh nyamuk malaria dapat menyerang semua umur baik laki-laki maupun perempuan pada semua golongan umur, mulai dari bayi, anak-anak sampai orang dewasa.
Penderita malaria malaria dapat dikenal melalui gajala-gejala klinis sebagai berikut :
a. Gejala utama : Demam dan menggigil.
b. Gejala lain yang mungkin ditemukan :
1) Sakit kepala dan sakit pinggang
2) Perasaan mual dan muntah
3) Badan terasa lemah dan pucat karena darah kurang
4) Serangan demam dapat terjadi berulang-ulang ( Depkes RI, 1990).
2. Jenis Parasit Malaria
Agent penyebab adalah parasit dari genus plasmodium familia plasmodiidae, ordo coccidae. Sampai saat ini dikenal ada empat macam Plasmodium, yaitu :
a. Plasmodium falciparum, penyebab penyakit malaria tropika yang sering menyebabkan malaria berat / malaria otak yang fatal, gejala serangannya timbul berselang setiap dua hari ( 48 jam ) sekali.
b. Plasmodium vivax, penyebab penyakit malaria tertiana yang gejala serangannya timbul berselang setiap tiga hari ( 72 jam ) sekali.
c. Plasmodium malariae, penyebab bul penyakit malria quartama yang gejala serangannya timbul bselang setiap empat hari sekali.
d. Plasmodium ovale, jenis ini jarang sekali dijumpai di Indonesia, umumnya banyak di Afrika dan Pasif Barat.
Seseorang penderita malaria dapat ditulari lebih dari satu jenis plasmodium, biasanya infeksi semacam ini disebut infeksi campuran ( Mixed Infection). Tapi umumnya paling banyak hanya dua jenis parasit, yaitu : campuran antara Pl. falciparum dengan Pl. vivax atau Pl. malariae. Campuran tiga jenis parasit jarang sekali terjadi. Infeksi campuran biasanya terjadi pada daerah yang angka penularanya tinggi. Lebih kurang 98 % dari sedian darah positif yang di temukan adalah spesies Pl. vivax dan Pl. falcifarum sehingga pada pemeriksaan sediaan darah, pandangan dapat diarahkan pada kedua jenis tersebut ( Depkes RI, 2001 ).
3. Siklus Hidup
Untuk kelangasungan hidupnya parasit malaria memerluka dua macam siklus aseksual dalam manusia dan siklus seksual dalam tubuh nyamuk.
a. Siklus aseksual dalam badan manusia.
1) Siklus dari luar sel darah merah / eksoeritrositer yang berlangsung dalam hati dan terbagi lagi dalam fase eksoeritrositer primer dan fase eksoeritrosit sekunder hanya terdapat pada plasmodium vivax dan plasmodium ovale adalah suau fase dari siklus hidup parasit yang dapat menyebabkan kambuh atau rekurensi ( long term relapse ).
2) Siklus didalam sel darah merah / ertrositer yang terbagi dalam.
a). Fase Sisogoni yang menimbulkan demam
b). Fase gametogami yang menyebabkan seseorang menjadi sumber penularan penyakit bagi nyamuk malaria. Kambuh pada plasmodium falciparum disebut rekrudensi ( Short Term Relapse ) penyebabnya adalah bentuk parasit dalam darah yang belum terbunuh semuanya oleh obat-obat anti malaria.
b. Siklus seksual dalam tubuh nyamuk.
Siklus ini juga disebut siklus sporogoni karena mengahsilkan sporosit yaitu bentuk parasit yang sudah siap untuk ditularkan kebadan manusia.
1) Sporosit
Siklus ini dimulai pada saat nyamuk anopheles betina menggigit manusia bersamaan dengan air liur nyamuk masuk sporosit yakni bentuk infektif dari parasit malaria, kedalam darah manusia. Sporosit hanya berada dalam darah sekitar 30 menit, kemudian masuk kedalam hati dan menjalani fase eksositrositer primer.
2) Fase eksoeritrositer primer
Kemudian sporosit menjalani fase sisogami yang mengahsilkan merosit eksoeritrositer sekunder.
3) Fase eksoeritrositer sekunder
Kriptosoitmegalami sisogoni yang menimbulkan merosoit yang disebut meta kriptosoit yang akan menyerang sel darah merah
4) Troposoit darah
Kriptosoit atau meta kriptosoit yang masuk ke sel darah merah adalah troposoit. Selanjutnya inti troposoit membelah menjadi dua, empat, dan seterusnya. Inti yang telah membelah ini mengubah troposoit menjadi sison.
5) Sison
Sison bertambah besar, demikian juaga dengan intinya, sehingga mengisi sebagian besar sel darah merah dan disebut juga sison dewasa. Sison dewasa terus berkembang serta bagian-bagian intinya bertambah jelas. Ketika sel darah merah pecah bagian-bagian inti dari sison disebut merosoit.
6) Merosit
Merosoit-merosoit tersebut akan menyerang bagian sel darah merah dan mengulangi fase sisogoni, sebagian dari merosoit tidak masuk dalam fase sisogoni tapi mengalami fase gametogoni yakni fase untuk menentukan sel kelamin jantan dari betina.
7) Gametosit
Hsil dari fase gametogoni adalah mikrogametosit atau sel kelamin jantan dan makrogametosit atau sel kelamin betina. Apabila darah manusia dihisap oleh nyamuk, semua bentuk parasit malaria seperti troposoit, sison dan gametosoit akan masuk kedalam lambung nyamuk, troposoit dan sison akan hancur, sedangkan gametrosit akan meneruskan siklus sporogoni. Untuk plasmodium falciparum tidak mengalami fase eksoeritrositer sekunder. ( Malaria Epdeminologi Depkes. RI, 1983 ).
4. Gejala klinis
Secara klinis gejala dari penyakit malaria terdiri dari bebrapa serangan demam interval tertentu ( paroksisme ) yang diselingi oleh suatu periode ( periode laten ) dimana penderita malaria bebas sama sekali bebas dari demam. Sebelum demam penderita malaria biasanya merasa lemah, sakit kepala, kurang nafsu makan, mual dan muntah.

C. Host Penyakit Malaria
1. Manusia (Host Intermediate)
Secara umum dapat dikatakan bahwa pada setiap orang dapat terkena malaria.
Faktor-faktor yang berpengaruh pada manusia adalah :
a. Ras atau suku bangsa
b. Kurangnya suatu Enzim tertentu.
c. Kekebalan / imunitas :
1) Kekebalan alamiah (Natural Imunity)
2) Kekebalan yang didapat (Active Imunity)
3) Kekebalan pasif (Passive Imunity)
d. Umur dan jenis kelamin
2. Nyamuk Anopheles (Host Desfenitive)
Hanya nyamuk Anopheles yang betina yang menghisap darah, darah ini diperlukan untuk pertumbuhan telurnya.
a. Perilaku nyamuk sangat menentukan dalam proses penularan malaria. Secara singkat dikemukakan beberapa perilaku nyamuk yang penting :
1) Tempat hinggap atau istirahat
- Eksofilik : nyamuk-nyamuk lebih suka hinggap atau istirahat diluar rumah.
- Edofilik : nyamuk lebih suka hinggap atau istirahat didalam rumah

2) Tempat menggigit
- Eksofogik : lebih suka menggigit diluar rumah
- Endofogik : lebih suka menggigit didalam rumah
3) Objek yang digigit
- Antrofofilik : lebih suka menggigit manusia.
- Antrofofilik : lebih suka menggigit hewan.
b. Faktor yang lebih penting
1) Umur nyamuk (Longevity) semangkin panjang umur nyamuk maka semakin panjang kemungkinannya untuk menjadi penular atau vector malaria.
2) Kerentanan nyamuk terhadap infeksi gametosis
3) Frekuensi menggigit manusia
4) Siklus gonotrofik yaitu waktu yang diperlukan untuk matangnya telur.
Jenis anopheles di indonesia lebih dari 90 macam. Dari sekian jenis, hanya beberapa yang mempunyai potensi untuk menularkan malaria (Vector atau tersangka vector).
D. Tempat Berkembang Biak Nyamuk
Tempat berkembang biak nyamuk anopheles adalah pada genangan air. Pemilihan tempat peletakan telur yang kemudian akan menetas menjadi jentik dilakukan oleh nyamuk betina dewasa.
1. Tempat air besar dan sedang
a. Genangan air sementara atau tertutup
Air tawar atau air payau dan salah satu tempat yang disenangi adalah lagun. Lagun adalah tempat berkembang biaknya nyamuk khususnya nyamuk malaria pada genangan air yang bersifat sementara atau tetap air tawar atau air payau umumnya terletak dipesisir pantai.
Ciri sifat lagun secara umum sebagai salah satu tempat perkembangbiakan nyamuk malaria.
1) Dasar tempat lagun
Dasar tempat lagun jugu merupakan pilihan bagi nyamuk betina dewasa dalam meletakan telur – telurnya. Dasar lagun yang sebagian besar tanah tetapi ada juga sedikit pasir.


2) Luas permukaan lagun
Hal ini berhubungan dengan panjang dan lebar genangan air sebagai tempat perindukan nyauk malaria serta tidakan pencegahan yang akan dilakukan.
3) Kedalaman lagun
Biasanya tidak pernah diukur berskala tapi kedalaman lagun erat hubungannya dengan volume air dan cara mencegah jentik.
4) Aliran air lagun ( terbuka atau tertutup )
Secara alami air lagun langsung mengarah ke air laut tetapi ada juga tergenang dan itu terjadi tergantung musim.
5) Kejernihan air lagun
Biasanya tergantung musim ada yang jernih dan ada yang keruh.
6) Pencahayaan ( terlindung atau terbuka )
Adanya perbedaan iklim antara satu daerah dengan daerah yang lainnya menyebabkan tidak semua lagun yang pencahayaannya sepanjang hari. Oleh karena itu, jenis – jenis nyamuk tertentu suka berkembang biak pada genangan – genangan air terbuka, karena sinar matahari atau pencahayaan langsung dan ada pula jenis – jenis nyamuk yang suka berkembang biak pada genangan – genangan air yang terlindung yang tidak terkena cahaya matahari.


7) Lama genangan air lagun ( permanen dan semi permanen )
Hal ini tergantung pada musim tetapi ada juga yang permanen. Lama genangan air menentukan jenis – jenis jentik dan jumlah jentik yang ditemukan.
8) Air tawar atau air payau
9) Derajat keasaman air
10) Jenis – jenis tumbuhan air pada lagun
Jenis-jenis tubuhan air yang ditemukan pada tempat berkembang biakan atau di sekitar dan kepadatan tumbuhan (padat atau tersebar )
Contoh : Lumut, Pohon bakau, Rumput semak.

11) Jenis-jenis binatang air
Ada tidaknya binatang air sebagai perdator yang memakan jentik nyamuk dan telur nyamuk.
2. Tempat air yang kecil
a. Berupa kontainer
Lubang dipohon-pohon, lubang dibatu-batu, lubang-lubang kepiting atau ketam, pelepah daun keladi atau semacamnya, dan lubang pada tonggak bambu.
b. Buatan manusia
Tangki air, bak mandi, drum, tempayak, pot bunga, temapat minum burung, barang-barang bekas (kaleng, pecahan gelas dan lain-lain).

F. Faktor – Faktor Yang Mengakibatkan Terjadinya Kasus Malaria.
1. Faktor Vektor
Malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh nyamuk betina anopheles didunia. Hanya sekitar 67 yang terbukti mengandung sporozoid dan dapat menularkan malaria.
Nyamuk anopheles terutama hidup didaerah tropik dan subtropik, namun juga bisa hidup didaerah yang beriklim sedang dan
bahkan didaerah Afrika. Anopheles jarang ditemukan didaratan lebih dari 2000-2500 m, sebagian besar nyamuk anopheles ditemukan didaratan rendah.
Efektifitas vektor untuk menularkan malaria ditentukan oleh hal-hal sebagai berikut :
a. Kepadatan vektor dekat permukiman.
b. Kesukaan mengisap darah manusia atau antropofilia.
c. Frekuensi mengisap darah manusia (tergantung dari suhu).
d. Lamanya hidup nyamuk harus cukup untuk sponogoni dan kemudian menginfeksi jumlah yang berbeda-beda menurut spesies.
Nyamuk anopheles menggigit antara waktu senja dan subuh, dengan jumlah yang berbeda-beda menurut spesiesnya. Kebiasaan makan dan istirahat nyamuk anopheles dapat dikelompokkan sebagai berikut :
a. Endofili : Suka tinggal didalam rumah / bangunan
b. Eksofili : Suka tinggal diluar rumah
c. Endofalogi : Menggigit dalam rumah / bangunan
d. Eksologi : Menggigit diluar rumah / bangunan
e. Antroprofili : Suka menggigit manusia
f. Zoofili : Suka menggigit binatang
Jarak terbang nyamuk anpheles adalah terbatas, biasanya tidak lebih dari 2-3 km dari tempat perindukannya. Bila ada angin yang kuat nyamuk anopheles bisa terbawa sampai 30 km, nyamuk anopheles bisa terbawa pesawat terbang atau kapal laut dan menyebarkan malaria kedaerah yang non-Endemik.
2. Faktor Manusia
Secara umum dapat dikatakan bahwa pada umumnya setiap orang bisa terkena malaria. Perbedaan prevelensi menurut umur dan jenis kelamin sebenarnya berkitan dengan perbedaan derajat kebutuhan karena variasi keterpaparan kepada gigitan nyamuk.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa malaria pada ibu hamil akan menambah risiko kondisi imunu yang lemah, berat badan lahir yang rendah, abortus, partus prematur dan kematian janin intrauterin (Depkes RI, 1983).
Faktor-faktor genetik pada manusia yang dapat mempengaruhi terjadinya malaria dengan pencegahan invasi parasit kedalam sel, mengubah respon imunologik atau mengurangi keterpaparan terhadap vektor.
3. Faktor Sanitasi Lingkungan
Adapun faktor sanitasi rumah antara lain :
a. Kebersihan rumah tinggal seperti Kondisi sanitasi dasar.
b. Ventilasi kawat kasa, untuk menghindari masuknya nyamuk
c. Tempat perindukan.
d. Keadaan gantungan baju
e. Air tergenang di sekitar rumah
f. Rumah jauh dari waduk/induk
g. Rumah jauh dari air payau/rawa-rawa
4. Faktor Agent ( Fakor Penyebab )
Agent adalah suatu unsur organisme hidup atau kuman infeksi yang dapat menyebabkan terjadinya suatu penyakit. Karakteristik agent :
a. Infektifitas
Kesanggupan dari organisme utuk beradaptasi sendiri terhadap lingkungannya dari host untuk mampu tinggal dan berkembang biak ( Multiply ) dalam jaringan host.
b. Patogenesis
Kesanggupan organisme untuk menimbulkan suatu reaksi klinis khususnya yang patologis setelah terjadi infeksi pada host yang diserang.
c. Virulesnsi
Keanggupan organisme tertentu untuk mengahasilkan reaksi patologis berat (menyababkan kematian). Virulensi kuman menunjukan beratnya penyakit.


d. Toksisitas
Kesanggupan untuk memproduksi reaksi kimia yang toksit oleh substansi kimia yang dibuatnya. Dalam upaya merusakkan jaringan untuk menyebabkan penyakit berbagai kuman mengeluarkan zat toksin.
e. Antigenisitas
Kesanggupan organisme untuk merangsang reaksi imunologi dalam host.
5. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu ”, dan ini terjadi setelah dilakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi mulai panca indera, yaitu : Indera pengelihat, pendengar, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui indera pengelihatan dan pendengaran.
Pengetahuan yang mencakup didalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yaitu :
a. Tahu ( Know )
Tahu artinya sebagai mengikatkan suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali ( recall ) terhadap suatu spesifik dari seluruh badan yang dipelajari atau ransangan yang telah diterima.


b. Memahami (Comprehension)
Memahami arti sebagi suatu kemampuanm menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi secara sebenarnya.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini terlihat dari penggunaan kata-kata kerja; dapat mengambarkan, membedakan, memisahkan atau mengelompokan.
e. Sistesis (Syntesis)
Sistensis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian berdasarkan suatu kriteria ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada ( Notoadmodjo, 2000 ).

BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep
















Keterangan:
: Diteliti
: Tidak diteliti

B. Hipotesis
Ada hubungan antara kasus malaria dengan kondisi sanitasi rumah tempat tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah Tahun 2009”


BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Rancang Bangun Penelitian
Rancangan penelitian ini menggunakan rancangan Case Control yaitu sesuatu penelitian survey analitik yang menyakut bagaimana faktor risiko dipelajari dengan menggunakan pendekatan Retrospektif. Dengan kata lain efek penyakit atau status kesehatan diidentifikasi pada saat ini, kemudian faktor risiko diidentifikasi adanya atau kejadian pada waktu yang lalu
Melihat kasus-kasus tersebut meliputi orang yang menghidap sebuah penyakit yang sedang diamati dan sebuah kelompok kontrol yang sesuai dengan dari orang-orang yang mengidap suatu penyakit (Notoatmodjo, 2002).
B. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini terdiri dari populasi sebagai kasus yaitu penderita malaria pada bulan Januari sampai dengan Februari 2009 sebanyak 43 orang dan populasi sebagai kontrol yaitu Bukan penderita Malaria yang pernah memeriksakan darahanya tetapi dinyatakan negatif malaria yaitu sebanyak 157 orang.
C. Sampel, Besar Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

1. Sampel
a. Sampel kasus adalah penderita malaria di Puskesmas Kuta pada bulan Januari sampai dengan bulan Februari 2009
b. Sampel Kontrol adalah Bukan penderita Malaria di Puskesmas Kuta pada bulan Januari sampai dengan Februari 2009

2. Besar Sampel
Besar sampel kasus adalah total populasi sebanyak 43 orang ang menderita malaria, sedangkan besar sampel kontrol adalah sebanyak 43 orang dari suspek yang pernah memeriksakan darah di Puskesmas Kuta tetapi dinyatakan bukan penderita malaria, sehingga perbandingan antara kasus dan kontrol adalah 1:1, jadi jumlah responden sebanyak 86 orang (Sudigdo, 1995)
3. Cara pengambilan Sampel kasus dan Kontrol
a. Pengambilan Sampel Kasus
Pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan mengambil seluruh populasi atau total populasi penderita malaria
b. Pengambilan Kontrol
Pengambilan kontrol pada penelitian ini dengan cara simple random sampling atau acak sederhana dengan metode Unmaching (tidak membuat pasang-pasangan) artinya kontrol dipilih secara acak dengan tidak membuat pasang-pasangan sesuai dengan keinginan peneliti dari jumlah suspek yang bukan penderita malaria dengan kriteria kontrol adalah bukan penderita malaria di Puskesmas Kuta Tahun 2009 (Metlit, Kesehatan RI, 1999).





D. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kuta Kabupaten Lombok Tengah
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian diperkirakan pada bulan Maret 2009
E. Variabel, Cara Pengukuran dan Definisi Operasional Variabel
1. Variabel
a. Variabel Independent (bebas)
Semua kasus malaria positif dan suspek malaria negatif ( Bukan Malaria)
b. Variabel dependent (terikat)
Kondisi sanitasi penderita malaria dan kondisi sanitasi Bukan penderita Malaria negatif
2. Cara Pengukuran
Cara pengukuran variable-variabel dalam penelitian ini adalah menggunakan lembar observasi
3. Definisi Operasional Variabel
No Variabel Definisi operasional Cara pengukuran data Kategori Skala
2 Variabel Independent

Kasus Malaria


Kejadian penyakit yang disebabkan oleh jenis parasit plasmodium


Melihat data sekunder, yaitu data kejadian malaria dan Bukan Malaria yang terdapat dipuskesmas



Positif Malaria
Negatif Malaria


Nominal
No Variabel Definisi operasional Cara pengukuran data Kategori Skala
2 Variabel Dependent

Kondisi Sanitasi Rumah tempat tinggal Kondisi sanitasi rumah yang tempat tinggal dimiliki oleh responden di Puskesmas Kuta yang dinilai dari:
1. SPAL dibuatkan lubang peresapan
2. Sarana Pembuangan sampah tetap tertutup
3. Ada tidaknya jentik dalam tempat penampungan
4. Sarana Pembuangan Sampah
5. Penggunaan Kawat Kasa pada ventilasi
6. Keadaan Penyimpanan Air
7. Bau dan warna air
8. Ukuran Ventilasi
9. Ada tidaknya genangan Air
10. Keadaan gantungan Baju
11. Genangan Air sekitar rumah
12. Jarak Rumah dengan waduk/embung
13. Jarak Rumah dengan air payau/rawa-rawa
Diukur dengan menggunakan lembar observasi sebanyak 13 pertanyaan dengan jawaban ya dan tidak Memenuhi Syarat: jika hasil observasi kondisi sanitasi penderita malaria dan bukan penderita Malaria sebanyak 60% jawaban ya atau benar 8 pertanyaan


Tidak Memenuhi Syarat: jika hasil observasi kondisi sanitasi penderita malaria dan Bukan penderita Malaria sebanyak < 60% jawaban ya atau benar < 8 pertanyaan Nominal




F. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
a. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh data primer dan sekunder dengan teknik sebagai berikut:
a. Wawancara
Wawancara dilakukan untuk mengumpulkan data tentang:
1) Identitas Responden
2) Data Kejadian Kasus Malaria
b. Observasi
Observasi dilakukan untuk mengumpulkan data tentang kejadian penyakit malaria dan kondisi sanitasi rumah tempat tinggal yaitu berupa:
a. SPAL dibuatkan lubang peresapan
b. Sarana Pembuangan sampah tetap tertutup
c. Ada tidaknya jentik dalam tempat penampungan
d. Sarana Pembuangan Sampah
e. Penggunaan Kawat Kasa pada ventilasi
f. Keadaan Penyimpanan Air
g. Bau dan warna air
h. Ukuran Ventilasi
i. Ada tidaknya genangan Air
j. Keadaan gantungan Baju
k. Genangan Air sekitar rumah
l. Jarak Rumah dengan waduk/embung
m. Jarak Rumah dengan air payau/rawa-rawa
b. Instrumen Pengumpulan Data
Instrument yang digunakan pada penelitian ini adalah lembar observasi untuk mengukur data tentang kejadian malaria dan kondisi sanitasi rumah tempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Kuta Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah Tahun 2009
G. Teknik Analisis Data
Untuk menganalisis hubungan antara kasus malaria dengan kondisi sanitasi rumah tempat tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Kecamatan Pujut Kabupaten Lombok Tengah Tahun 2009 diuji dengan statistik Chi Square.

BAB V
HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Data Geografis
Puskesmas Kuta merupakan salah satu Kecamatan dari 14 puskesmas yang ada di Kabupaten Lombok Tengah, yang terletak di Desa Kuta, yang memiliki 5 desa sebagai wilayah kejanya yaitu Kuta, Rembitan, Mertak, Prabu dan Tumpak
Adapun batas wilayahnya adalah :
Sebelah Selatan : Samudra Hindia
Sebelah Timur : Wilayah kerja Puskesmas Teruwai
Sebelah Barat : Wilayah kerja Puskesmas Mangkung
Sebelah Utara : Wilayah Kerja Puskesmas Sengkol
Luas wilayah kerja Puskesmas Kuta adalah 49,86 km2 dan terletak 150-350 m dari perukaan laut dengan curah hujan rata 1.580-2000mm3/tahun
2. Data Demografis
a. Jumlah Penduduk Berdasarkan Desa, Jumlah Dusun, Penduduk dan KK di wilayah Kerja Puskesmas Kuta

Tabel V.1 Distribusi Jumlah Penduduk Berdasarkan Desa, Jumlah Dusun, dan KK di wilayah Kerja Puskesmas Kuta Tahun 2008
No Desa Jmlh
Dusun KK Laki-laki Perempuan Total
1 Kuta 14 1.720 3.214 3.666 6.880
2 Rembitan 15 1.908 3.608 4.022 7.630
3 Mertak 21 1.991 3.731 4.233 7.964
4 Prabu 8 1.142 2.113 2.453 4.566
5 Tumpak 11 1.207 2.309 2.517 4.826
Total 69 7.968 14.975 16.891 31.866
Sumber: Puskesmas Kuta Tahun 2008
Berdasarkan tabel tersebut di atas, dapat diketahui jumlah penduduk terbanyak terdapat di Desa Rembitan yaitu sebannyak 7.964 jiwa dengan jumlah KK sebanyak 1.991 KK, sedangkan jumlah penduduk paling sedikit terdapat di Desa Prabu yaitu sebanyak 4.566 jiwa dengan jumlah KK sebanyak 4.566
b. Jumlah Penduduk Berdasarkan Umur, Jenis kelamin yang ada di Puskesmas Kuta

Distribusi jumlah penduduk berdasarkan umur dan jenis kelamin yang ada di Puskesmas Kuta dapat dilihat pada tabel V.2 di bawah ini
Tabel V.2 Distribusi Jumlah Penduduk Puskesmas Kuta Menurut Golongan umur dan Jenis Kelamin pada Tahun 2008

No Golongan Umur Laki-laki Perempuan Jumlah %
1 0 bulan – 12 bulan 320 483 803 2.52
2 13 bulan - 4 tahun 2012 2,132 4,144 13.00
3 5 tahun – 6 tahun 3,313 4,050 7,363 23.11
4 7 tahun – 12 tahun 1,052 1,150 2,202 6.91
5 13 tahun – 15 tahun 1190 1152 2,342 7.35
6 16 tahun – 18 tahun 1180 1,310 2,490 7.81
7 19 tahun – 25 tahun 1,343 1,442 2,785 8.74
8 26 tahun – 35 tahun 1,135 1,230 2,365 7.42
9 36 tahun – 45 tahun 963 1,053 2,016 6.33
10 46 tahun – 50 tahun 975 1,155 2,130 6.68
11 51 tahun – 60 tahun 988 1189 2,177 6.83
12 61 tahun – 75 tahun 492 529 1,021 3.20
13 > 75 tahun 12 16 28 0.09
Jumlah 14,975 16,891 31,866 100,0
Sumber : Data Demografis Puskesmas Kuta Tahun 2008

Berdasarkan tabel V.2 di atas diketahui jumlah Penduduk Puskesmas Kuta terbesar berumur 5-6 tahun tahun yaitu sebanyak 7.363 orang atau 23,11%, sedangkan penduduk yang paling sedikit berumur >75 tahun yaitu sebanyak 28 orang atau 0,09%
c. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan yang ada di Puskesmas Kuta

Distribusi jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Puskesmas Kuta dapat dilihat pada tabel V.3 di bawah ini:
Tabel V.3 Distribusi Jumlah Penduduk Puskesmas Kuta Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin Pada Tahun 2008

No Tingkat Pendidikan Laki-laki Perempuan Jumlah %
A. Buta Aksara dan Angka Latin - 120 120 0.38
B. Tamat Pendidikan Umum 0 0.00
1 SD/Sederajat 610 810 1420 4.46
2 SLTP 1320 1452 2772 8.70
3 SLTA 1046 1400 2446 7.68
4 Akademi 698 889 1587 4.98
5 Universitas/PT 1828 1917 3745 11.75
C. Pendidikan Khusus
6 Pondok Pesantren 35 10 45 0.14
7 SLB - - 0 0.00
8 Ketarampilan 302 440 742 2.33
D. Putus Sekolah
9 SD/Sederajat 760 950 1710 5.37
10 SLTP 880 937 1817 5.70
11 SLTA 710 786 1496 4.69
12 Akademi - - - -
13 Universitas/PT - - - -
E. Yang belum sekolah 6786 7180 13966 43.83
Jumlah 14975 16891 31866 100
Sumber : Data Demografis Puskesmas Kuta

Berdasarkan tabel V.3 di atas diketahui Jumlah Penduduk Puskesmas Kuta terbesar berpendidikan Universitas yaitu sebanyak 3, 745 orang atau 11,75%, sedangkan penduduk yang paling sedikit berpendidikan Pondok Pesantren yaitu sebanyak 45 orang atau 0,14%
d. Jumlah Penduduk Berdasarkan Pekerjaan yang ada di Puskesmas Kuta

Distribusi jumlah penduduk berdasarkan Pekerjaan di Puskesmas Kuta dapat dilihat pada tabel V.3 di bawah ini
Tabel V.4 Distribusi Jumlah Penduduk Puskesmas Kuta Berdasarkan Pekerjaan pada Tahun 2008

No Status
Pekerjaan Jumlah (orang) %
A. Jasa Pemerintah/swasta 85 1.06
B. Pegawai Negeri Sipil -
1 Pegawai Negeri Sipil 47 0.59
2 ABRI/Polisi 15 0.19
3 Guru 145 1.81
4 Dokter 1 0.01
5 Bidan 34 0.42
6 Perawat 21 0.26
7 Lain-lain - -
C. Pensiunan 125 0.56
D. Pegawai Swasta 156 9.44
F. Pegawai BUMD/BUMN 21 0.26
G Wirasuasta 1,345 16.80
H Petani 6,110 68.58
Jumlah 8,005 100,0
Sumber : Data Demografis Puskesmas Kuta

Berdasarkan tabel V.4 di atas diketahui Jumlah Penduduk Puskesmas Kuta terbesar bekerja sebagai petani yaitu sebanyak 6.110 orang atau 68,58%, sedangkan penduduk yang paling sedikit Bekerja sebagai dokter yaitu sebanyak 1 orang atau 0,01%



B. Karakteristik Responden
Karakteristik responden dalam penelitian ini di batasi pada jenis kelamin, dan umur
1. Jenis Kelamin Responden
Berdasarkan hasil observasi diketahui responden lebih banyak berjenis kelamin Laki-laki yaitu sebanyak 41 orang (47,7%) dibandingkan dengan responden yang berjenis kelamin Perempuan yaitu sebanyak 45 orang (52,3%), seperti terlihat pada tabel V5 berikut ini :
Tabel V.5. Distribusi Jumlah Responden Menurut Jenis Kelamin di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Tahun 2009

Jenis Kelamin Jumlah %
Laki-laki
Perempuan 41
45 47,7
52,3
Total 86 100,0

2. Umur Responden
a. Umur Responden dari penderita Malaria
Berdasarkan hasil observasi diketahui responden dari penderita Malaria paling banyak berumur 0-10 tahun yaitu sebanyak 13 orang (30,23%) dan responden paling sedikit berumur >40 tahun yaitu sebanyak 5 orang (11,6%), seperti terlihat pada tabel V6 berikut ini :





Tabel V.6. Distribusi Jumlah Responden berdasarkan kasus Malaria Menurut Umur di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Tahun 2009

Umur/tahun Jumlah %
0-10 tahun
11-20 tahun
21-30 tahun
31-40 tahun
> 40 tahun 13
9
6
10
5 30,23
20,93
13,95
13,25
11,62
Total 43 100,0

b. Umur Responden dari Bukan Penderita Malaria
Berdasarkan hasil observasi diketahui responden dari bukan penderita Malaria paling banyak berumur 0-10 tahun yaitu sebanyak 15 orang (34,88%) dan responden paling sedikit berumur 31-40 tahun yaitu sebanyak 2 orang (4,65,6%), seperti terlihat pada tabel V7 berikut ini :
Tabel V.7. Distribusi Jumlah Responden berdasarkan Bukan Penderita Malaria Menurut Umur di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Tahun 2009

Umur/tahun Jumlah %
0-10 tahun
11-20 tahun
21-30 tahun
31-40 tahun
> 40 tahun 15
12
9
2
5 34,88
27,90
20,93
4,65
11,62
Total 43 100,0




C. Gambaran Umum Responden
Gambaran umum responden dalam penelitian ini dibatasi pada variabel yang diteliti yaitu kasus malaria dan kondisi sanitasi rumah tempat tinggal
1. Kasus Malaria
Berdasarkan hasil data sekunder diketahui responden sebagai kasus dan kontrol yaitu masing-masing sebanyak 43 orang (50,0%), seperti terlihat pada tabel V8 berikut ini :
Tabel V.8. Distribusi Jumlah Responden Berdasarkan Kasus Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Tahun 2009
Responden Jumlah %
Malaria
Bukan Malaria 43
43 50,0
50,0
Total 86 100,0

2. Kondisi sanitasi rumah tempat tinggal
a. Kondisi sanitasi rumah tempat tinggal penderita Malaria
Berdasarkan hasil observasi diketahui responden sebagai kasus lebih banyak memiliki rumah tempat tinggal tidak memenuhi syarat yaitu sebanyak 24 orang (55,8%) dan memenuhi syarat sebanyak 19 orang (44,2%), seperti terlihat pada tabel V8 berikut ini :
Tabel V.9. Distribusi Jumlah Responden Kasus Berdasarkan Sanitasi Rumah Tempat Tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Tahun 2009

Sanitasi Rumah Tempat Tinggal Jumlah %
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat 24
19 55,8
44,2
Total 43 100,0
b. Kondisi Sanitasi Rumah tempat tinggal Bukan penderita Malaria
Berdasarkan hasil observasi diketahui responden sebagai kontrol lebih banyak memiliki rumah tempat tinggal memenuhi syarat yaitu sebanyak 38 orang (88,4%) dan tidak memenuhi syarat sebanyak 5 orang (11,6%), seperti terlihat pada tabel V10 berikut ini :
Tabel V.10. Distribusi Jumlah Responden Kontrol Berdasarkan Sanitasi Rumah Tempat Tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Kuta Tahun 2009

Sanitasi Rumah Tempat Tinggal Jumlah %
Tidak Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat 38
5 88,4
11,6
Total 43 100,0

D. Hubungan Kasus Malaria Dengan Kondisi Sanitasi Rumah Tempat Tinggal

Dari hasil observasi dan wawancara diketahui responden yang mengalami malaria lebih banyak memiliki sanitasi rumah tempat tinggal tidak memenuhi syarat yaitu sebanyak 24 orang (55,8%), sedangkan responden Bukan Malaria lebih banyak memiliki kondisi sanitasi rumah tempat tinggal memenuhi syarat yaitu sebanyak 38 orang (88,4%), seperti yang terlihat pada tabel V.11 berikut ini





Tabel V.11 Distribusi Jumlah Responden Berdasarkan Kasus Malaria dengan Kondisi Sanitasi Rumah Tempat Tinggal Tahun 2009



No

Responden Kondisi Sanitasi Rumah Tempat Tinggal Total
TMS MS
N % n % n %
1
2 Malaria
Bukan Malaria 24
5 55,8
11,6 19
38 44,2
88,4 43
43 100
100
Jumlah 29 33,7 57 66,3 86 100,0

Bedasarkan hasil uji statistik Chi Square diketahui nilai p=0,000 < α=0,05, yang artinyanya bahwa ada hubungan antara kasus malaria dengan kondisi rumah tempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Kuta Kabupaten Lombok Tengah Tahun 2009.


BAB VI
PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Responden
1. Kasus Malaria
Hasil data sekunder diketahui responden sebagai kasus dan kontrol yaitu masing-masing sebanyak 43 orang (50,0%).
Sesuai dengan pendapat yang dinyatakan oleh Depkes RI, 1990 yang menyatakan penyakit malaria adalah penyakit yang ditularkan oleh nyamuk malaria dapat menyerang semua umur baik laki-laki maupun perempuan pada semua golongan umur, mulai dari bayi, anak-anak sampai orang dewasa.
Selanjutnya dikatakan penderita malaria malaria dapat dikenal melalui gajala-gejala klinis sebagai berikut; a) gejala utama : Demam dan menggigil, b) gejala lain yang mungkin ditemukan, c) sakit kepala dan sakit pinggang, d) perasaan mual dan muntah, e) badan terasa lemah dan pucat karena darah kurang dan f) serangan demam dapat terjadi berulang-ulang (Depkes RI, 1990).
2. Kondisi sanitasi rumah tempat tinggal
Hasil observasi diketahui responden sebagai kasus lebih banyak memiliki rumah tempat tinggal tidak memenuhi syarat yaitu sebanyak 24 orang (55,8%) dan memenuhi syarat sebanyak 19 orang (44,2%), sedangkan responden sebagai kontrol lebih banyak memiliki rumah tempat tinggal memenuhi syarat yaitu sebanyak 38 orang (88,4%) dan tidak memenuhi syarat sebanyak 5 orang (11,6%) .
Sesuai dengan pendapat yang dikemukan oleh Etjang, 1999 yang menyatakan fungsi rumah sebagai perlindungan terhadap penyakit menular ialah rumah yang dapat melindungi dari penghuninya terhadap pemaparan bibit penyakit, karena rumah yang terlalu sempit atau banyak penghuninya maka ruangan akan kekurangan oxigen sehingga akan menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh, Kondisi tersebut berpotensi memudahkan Kejadian penyakit seperti malaria (Entjang, 1999).
Sesuai juga dengan pendapat yang menyatakan faktor-faktor kondisi rumah yang berpotensi mengalami malaria antara lain; a) kebersihan rumah tinggal seperti Kondisi sanitasi dasar, b) ventilasi kawat kasa, untuk menghindari masuknya nyamuk, c) tempat perindukan, d) keadaan gantungan baju, e) air tergenang di sekitar rumah, f) rumah jauh dari waduk/induk dan g) rumah jauh dari air payau/rawa-rawa

B. Hubungan Kondisi Sanitasi Rumah Tinggal Dengan Kejadian Malaria
Hasil observasi dan wawancara diketahui responden yang terkena kasus malaria lebih banyak memiliki sanitasi rumah tempat tinggal tidak memenuhi syarat yaitu sebanyak 24 orang (55,8%), sedangkan responden sebagai kontrol lebih banyak memiliki kondisi sanitasi rumah tempat tinggal memenuhi syarat yaitu sebanyak 38 orang (88,4%)
Bedasarkan hasil uji statistik Chi Square diketahui nilai p=0,000 < α=0,05, yang artinyanya bahwa ada hubungan antara kasus malaria dengan kondisi rumah tempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Kuta Kabupaten Lombok Tengah Tahun 2009.
Sesuai dengan pendapat yang dikemukan oleh Depkes RI, 2003 yang menyatakan upaya untuk menekan angka kesakitan dan kematian malaria dilaksanakan melalui program pencegahan malaria yang kegiatannya antara lain meliputi; perbaikan Kondisi sanitasi rumah masyarakat, penggunaan kelambu, pemasangan kawat kasa pada ventilasi rumah, menjaga Kondisi sarana penampungan air, memperhatikan kebersihan tempat pembuangan sampah dan kebersihan saluran SPAL yang kesemuanya ditujukan untuk memutus mata rantai penularan malaria.
Penyakit Malaria erat kaitanya dengan sanitasi perumahan yang tidak sehat dan tidak memenuhi syarat, karena sanitasi rumah yang tidak sehat dan memenuhi syarat akan mendatangkan risiko seseorang mengalami penyakit-penyakit berbasis lingkungan seperti malaria (Depkes. 2002).

BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tersebut di atas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain yaitu:
1. Responden kasus malaria adalah 43 orang maka pengambilan responden yang Bukan Malaria sejumlah 43 orang (50%) sebagai kontrol
2. Dari Responden kasus malaria sejumlah 43 orang telah memiliki kondisi sanitasi rumah tempat tinggal yang memenuhi syarat sejumlah 19 orang dan tidak memenuhi syarat sebanyak 24 orang sedangkan responden Bukan Malaria sebagai kontrol dari 43 responden telah memiliki kondisi sanitasi rumah tempat tinggal memenuhi syarat 38 sedangkan yang tidak memenuhi syarat sejumlah 5 orang
3. Hipotesis telah terjawab bahwa ada hubungan antara kasus malaria dengan kondisi rumah tempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Kuta Kabupaten Lombok Tengah Tahun 2009 (nilai p < α=0,05)
B. Saran
Dari kesimpulan tersebut di atas, maka peneliti dapat menyarankan kepada :
1. Diharapkan kepada para petugas puskesmas untuk meningkatkan penyuluhan tentang penyakit malaria sebagai tambahan informasi cara-cara pemberantasan dan pencegahan penularan penyakit malaria.
2. Diharapkan kepada institusi pendidikan untuk memberikan masukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Tengah kaitannya dengan hasil penelitian ini agar di informasikan ke masyarakat setempat tentang pentingnya memperbaiki kondisi sanitasi rumah tempat tempat tinggal sebagai salah satu langkah pencegahan penyakit malaria.
3. Diharapkan bagi peneliti selanjutnya yang tertarik dengan judul yang sama agar mengambil sampel yang lebih besar dan melakukan penelitian dilokasi yang berbeda tetapi dengan karakteristik yang sama


DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Asrul. ( 1990 ). Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, Jakarta : Mutiara Sumber Widya.

Depkes. RI. (1999 ), Pedoman Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian Dampak Sampah (Aspek Kesehatan Lingkungan). Jakarta.

Depkes. RI. ( 2003 ), Pedoman Tata Laksana Kasus Malaria, Gebrak Malaria. Jakarta.

Depkes. RI. ( 1990 ), Pedoman Keguatan Kader, Jakarta

Depkes. RI. ( 1983 ), Epidemiologi Malaria. Jakarta : Dirjen P3M : 3-7.

Notoatmodjo, Soekidjo. ( 2002 ), Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta.

Permenkes No. 829/ Menkes/ SK/ VII/ 1999 Tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan. Depkes RI. 1999.

Rampengan, Laurentz. ( 1993 ). Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, Jakarta : EGC.

Ririn Yudiastuti. (2006). Pengaruh Sanitasi Rumah dengan Penemuan Jentik Malaria di Kabupaten Barito Selatan. FKM Unair (www.fkm_unair.ac.id). Surabaya.

Retno Widiastuti. (2004). Kajian Lingkungan pada Daerah Endemis Malaria di Indonesia. Alfebata. Bandung

Haris, Sahri, Lalu ( 2007 ). Penyehatan Perumahan dan Permukiman, Mataram : FKM-UNTB.

Kusnindar. (1990). Masalah Malaria dan Pemberantasannya di Indonesia. Cermin Duinia Kedokteran No. 63, : 7 – 12
Suharmadi. ( 1985 ), Perumahan Sehat. Pusat Pendidika Tenaga Kesehatan Depkes RI, Jakarta.

Suyono. ( 1985 ), Pokok Bahasan Modul Perumahan dan Permukiman Sehat. Jakarta Proyek Pengembangan Tenaga sanitasi Pusat Pusdiknas.

Sanropei, Djasio, dkk. ( 1989 ), Pengawasan Penyehatan Lingkungan Permukiman. Jakarta : Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Depkes RI.

Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 1992. Tentang Kesehatan, Jakarta :
Depkes. RI.

Sabtu, 06 Juni 2009

prhara prita mulyasari

Suatu saat anda dirawat di suatu rumah sakit dan tidak kunjung sembuh. Anda kemudian memutuskan pindah rumah sakit. Dan ternyata diagnosis rumah sakit yang pertama berbeda dengan rumah sakit yang kedua. Tentu saja tindakan medis beserta obat-obatan yang diberikan pun juga berbeda. Tak berapa lama kemudian anda pun sembuh.

Tidak dapat disangkal tentu anda akan sangat kecewa dengan rumah sakit yang pertama. Anda sudah sakit, diagnosisnya salah, sehingga tubuh anda yang sedang tidak sehat harus menelan obat-obatan yang tidak anda perlukan. Akibatnya sakit anda tambah parah. Dan ketika anda memutuskan pindah ke rumah sakit lain anda tetap harus membayar, kadang dalam jumlah yang mahal meski tanpa memperoleh kesembuhan.

Kita sering mendengar kisah-kisah diatas. Biasanya dari orang terdekat kita atau lingkungan terdekat kita. Sebagian besar kisah tersebut hadir dalam perbincangan sehari-hari yang bersifat informal. Ia menjadi topik dalam obrolan-obrolan kita dengan kawan-kawan terdekat kita. Normal saja, karena seseorang yang menyimpan kekecewaan yang demikian besar butuh cara untuk menumpahkan kekecewaannya tersebut. Dengan mengkisahkan apa yang dialaminya maka kondisi psikologisnya yang buruk akan dipulihkan kembali.

Kini jaman internet, bagaimana kalau kita menumpahkan kekecewaan di atas melalui internet ? Hati-hati ! Salah-salah anda akan dituntut oleh pihak rumah sakit. Dan anda diancam pidana dipenjara 6 tahun serta denda 1 milyar rupiah. Inilah yang dialami Ibu Prita yang kini kasusnya sedang jadi headline media massa kita. Ibu dua anak balita ini bahkan sudah ditahan hampir tiga minggu lamanya karena menyebarkan keluhannya melalui internet.

Tragis bukan. Inilah Indonesia sebuah negeri yang aneh dan mengecewakan. Seharusnya pihak rumah sakit meminta maaf kepada pasien atas sesuatu yang salah yang telah dilakukannya. Syukur-syukur ada kompensasi karena pasien bertambah menderita bahkan bisa terancam jiwanya.. Tetapi semuanya menjadi jungkir balik. Kini si pasienlah yang harus meminta maaf dan membayar kerugian pada pihak rumah sakit. Sulit membayangkan keadilan seperti apakah yang sedang dihadirkan dalam persidangan kasus ini.

Mari kita ikuti kasus ini dengan baik. Karena ada 4 persoalan besar yang sedang di pertaruhkan disini. Pertama, soal pelayanan kesehatan kita. Masih banyak dokter yang tidak terbiasa memberikan informasi yang jelas tentang penyakit yang kita derita. Apalagi menjelaskan tentang tindakan medis dan jenis-jenis obat yang ia resepkan dan apa tujuan masing-masing obat itu bagi proses penyembuhan kita. Syukur-syukur beserta efek sampingnya jika ada.

Kita sering diperlakukan sebagai orang bodoh. Dianggap tidak akan mengerti istilah-istilah kedokteran. Padahal penting sekali dokter dan pihak rumah sakit memberikan penjelasan yang sedetail mungkin sebelum pasien memberikan persetujuannya atas tindakan medis yang akan dilakukan oleh dokter dan rumah sakit.

Selama ini pasien dan keluarganya membubuhkan tanda tangan pada Surat Persetujuan Tindakan Medis lebih pada pertimbangan agar pasien segera ditolong dan mendapatkan kesembuhan. Tidak didasarkan pada pertimbangan rasional yang tentunya untuk itu pasien dan keluarganya harus punya cukup informasi atas penyakit yang dihadapi dan berbagai alternatif tindakan medis yang ada. Banyak terjadi isi surat itu tidak dibaca oleh pasien atau keluarganya. Pokoknya tanda tangan saja. Sreet. Nah giliran ada masalah, pihak pasien akan berada dalam posisi hukum yang lemah akibat adanya surat tersebut.

Kedua soal perlindungan hak-hak pasien/konsumen. Jika kita tidak sembuh di suatu rumah sakit dan baru sembuh di rumah sakit yang lain karena mendapat diagnosis dan tindakan medis yang berbeda dari rumah sakit pertama, lantas apa tanggung jawab pihak rumah sakit yang pertama kepada kita ?Masih bisakah rumah sakit yang pertama dibenarkan dengan alasan semua tindakannya sudah sesuai dengan prosedur yang ada. Diagnosisnya salah tapi rumah sakit tidak dapat disalahkan karena prosedurnya sudah benar. Apakah seperti itu ? Apakah prosedur medis dan ketepatan tindakan medis adalah sesuatu yang berbeda. Sesuatu yang boleh saling bertolak belakang.

Kita menyesalkan kasus ini adalah kasus pencemaran nama baik. Semoga ada pihak-pihak yang dapat membantu ibu Prita agar mengembalikan kasus ini kepada masalah utama yaitu masalah perlindungan hak-hak pasien/konsumen. YLKI dan LBH Kesehatan semoga segera turun tangan, karena ibu Prita seorang diri tidak akan sanggup melawan pihak managemen rumah sakit di depan hukum.

Ketiga tentang keberpihakan penegak hukum kita. Menahan seorang ibu dari dua anak balita untuk kasus yang bukan kriminal tentu bukan tindakan yang bijaksana. Rasa kemanusiaan dan keadilan kita semua terusik. Untuk apa penahanan selama itu sementara tersangka cukup kooperatif terhadap pemeriksaan/penyidikan olek pihak kejaksaan. Sangat keterlaluan.

Keempat tentang kebebasan berekspresi di dunia maya. Sejauh manakah masih bisa dibenarkan dan sejauh manakah telah melanggar hukum. Apakah benar dalam kasus ini jaksa menggunakan pasal-pasal UU Informasi dan Transaksi Elektronik kita yang baru? Kasus persidangan Ibu Prita akan menjawab semua itu. Mari kita ikuti dengan tekun. Mari kita dukung ibu Prita, karena ini adalah masalah kita semua.

(Ibu Prita kuatkan hatimu, akan ada saatnya David yang kecil itu mengalahkan Goliath si raksasa).

Powered by Zoundry Raven

Flickr : JK bela Prita, Kasus Prita Mulyasari, Mega menjenguk Prita, Prita Mulyasari bebas, Prita tahanan Kota, hak-hak pasien, pelayanan buruk rumah sakit
Zooomr : JK bela Prita, Kasus Prita Mulyasari, Mega menjenguk Prita, Prita Mulyasari bebas, Prita tahanan Kota, hak-hak pasien, pelayanan buruk rumah sakit
Del.icio.us : JK bela Prita, Kasus Prita Mulyasari, Mega menjenguk Prita, Prita Mulyasari bebas, Prita tahanan Kota, hak-hak pasien, pelayanan buruk rumah sakit
Technorati : JK bela Prita, Kasus Prita Mulyasari, Mega menjenguk Prita, Prita Mulyasari bebas, Prita tahanan Kota, hak-hak pasien, pelayanan buruk rumah sakit

Ditulis dalam BUDAYA | Tag: JK bela Prita, Kasus Prita Mulyasari, Mega menjenguk Prita, Prita Mulyasari bebas, Prita tahanan Kota, hak-hak pasien, pelayanan buruk rumah sakit, prita mulyasari

Selasa, 12 Mei 2009

EVALUASI TINGKAT KEPENTINGAN DAN KEPUASAN PASIEN TERHADAP PELAYANAN DI PUSKESMAS GUNUNG SARI KECAMATAN GUNUNG SARI KABUPATEN LOMBOK BARAT

OLEH

SUFIE HASWINDA, SKM



BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Indonesia dengan visinya “Indonesia sehat 2010” menggambarkan bahwa masyarakat Indonesia di masa depan yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Hal ini sesuai dengan Tujuan nasional Bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 adalah melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social. Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Depkes RI, 2002).
Untuk mencapai pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau, perlu diselenggarakan upaya pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standart profesi serta pelayanan yang memuaskan pelanggan. Hal itu perlu segera diwujudkan untuk memenuhi tuntutan masyarakat yang semakin meningkat akan pelayanan kesehatan yang bermutu.  Tuntutan masyarakat tersebut perlu mendapatkan perhatian yang serius bagi semua kalangan yang berkompeten, khususnya Dinas Kesehatan dan Puskesmas.
Puskesmas sebagai unjung tombak pelayanan kesehatan ditingkat Kecamatan, memiliki fungsi vital dalam mengendalikan dan mengetahui kondisi masyarakat di wilayah kerjanya. Untuk mengoptimalkan peran dan fungsi puskesmas. Puskesmas dalam memberikan pelayanannya mengedepankan kepuasan pasien. Adapun bentuk pelayanan kesehatan yang diberikan di Puskesmas selama ini adalah sebagai berikut Promotif, Preventif, Kuratif dan Rehabilitatif. Bertolak dari keempat pelayanan tersebut usaha pokok Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Jika ditinjau dari sistem kesehatan nasional merupakan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Upaya kesehatan tersebut dikelompokkan menjadi dua, pertama upaya kesehatan wajib meliputi yang Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana, Perbaikan Gizi, Kesehatan Lingkungan, Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular, Promosi Kesehatan dan Pengobatan. Kedua, Upaya Kesehatan Pengembangan meliputi Upaya Kesehatan Sekolah, Perawatan Kesehatan Masyarakat, Kesehatan Gigi dan Mulut, Kesehatan Jiwa, Kesehatan Mata dan Kesehatan Usia Lanjut. Upaya pelayanan penunjang dari kedua pelayanan tersebut antara lain upaya laboratorium medis dan laboratorium kesehatan masyarakat serta upaya pencatatan pelaporan (Depkes RI, 2006).
Sejak diperkenalkannya konsep puskesmas pada tahun 1968, berbagai hasil telah banyak dicapai. Angka kematian ibu dan kematian bayi telah berhasil diturunkan dan sementara itu umur harapan hidup rata-rata bangsa Indonesia telah meningkat secara bermakna. Jika pada tahun 1995 angka kematian ibu dan angka kematian bayi masing-masing adalah 373/100.000 kelahiran hidup (SKRT 1995) serta 60/1000 kelahiran hidup (susenas 1995), maka pada tahun 1997 angka kematian ibu turun menjadi 334/100.000 kelahiran hidup (SDKI 1997), sedangkan angka kematian bayi pada tahun 2001 turun menjadi 51/10000 kelahiran hidup (Susenas 2001). Sementara itu umur harapan hidup rata-rata meningkat dari 45 tahun 1970 menjadi 65 tahun pada tahun 2000 (Depkes, 2004).
Puskesmas yang merupakan salah satu lembaga publik milik pemerintah yang menyediakan pelayanan khusus bidang kesehatan, sering kali mendapat kritikan dari berbagai pihak atas pelayanan yang diberikan kepada pasien yang datang berobat. Sering juga ditemukan perbedaan pelayanaan antara pasien rawat jalan dan rawat inap, hal tersebut tentu membuat pasien yang datang berobat jalan merasa kurang diperlakukan seperti pasien yang rawat inap.
Pelayanan dapat didefinisikan bahwa semua aktivitas kegiatan yang ada dapat dilihat dan dirasakan oleh pasien atas perhatian dalam berkomunikasi, sehingga dapat mempermudah pasien untuk menghubungi pihak yang tepat untuk mendapatkan pelayanan berupa jawaban dan penyelesaiaan masalah dengan cepat, tepat sehingga akan mendapatkan hasil yang memuaskan. Mutu dan kualitas pelayanan merupakan hal yang sangat penting yang harus diperhatikan oleh pihak yang bersangkutan dalam memberikan jasa pelayanan.
Dengan kualitas pelayanan yang baik tentunya sangat mempengaruhi tingkat kepuasan pasien selanjutnya akan mengakibatkan pasien merasa puas akan pelayanan yang diberikan serta hasil yang didapatkan sehingga akan memberikan nilai positif dan akan berkelanjutan dimasa yang akan datang.
Kepentingan pasien atas pelayanan yang diberikan oleh pihak puskesmas tentunya akan berbeda-beda, sesuatu yang dirasakan baik pada saat ini belum tentu baik untuk yang akan datang. Untuk itu Puskesmas dalam hal ini harus secara jeli melihat pasiennya, apabila diketahui adanya Kesenjangan atas kepentingan itu, diperlukan perubahan atau evaluasi dan meningkatkan atas pelayanan yang telah diberikan oleh Puskesmas Gunung Sari kepada pasien sesuai dengan keinginan dan kebutuhan dari pasien tersebut.
Guna dapat memberikan pelayanan yang baik kepada pasien, maka pihak Puskesmas akan berusaha untuk menerapkan sistem kehandalan yang dimiliki oleh petugas kesehatan kepada pasien, dimana apabila kehandalan itu dimiliki maka akan mampu mengadakan pendekatan serta mampu memberikan penjelasan-penjelasan kepada para pasien yang akan dilayani sesuai dengan apa yang dijanjikan dimana dapat terpercaya, konsisten, dan kesesuaian pelayanan, sehingga para pasien akan merasa puas
Untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat, dan diperkuat oleh peraturan Menkes No.231 tahun 2004 tentang Puskesmas Penyelenggara Rawat Inap atau setara dengan rumah sakit kriteria D, maka Pemerintah Kabupaten Lombok Barat melalui Dinas Kesehatan Lombok Barat, mulai sejak tahun 1990 telah menyiapkan fasilitas rawat inap dibeberapa puskesmas di Kabupaten Lombok Barat.
Salah satu dari beberapa puskesmas di Kabupaten Lombok Barat yang menyediakan rawat inap adalah Puskesmas Gunung Sari. Adapun fasilitas rawat inap Puskesmas Gunung Sari terdiri dari lima ruangan, setiap ruangan berukuran 5x4 m. Saat ini setiap ruangan terdapat 3 tempat tidur. Selain penambahan fasilitas, perbaikan lainnya antara lain pembuatan jadwal jaga untuk petugas kesehatan di ruang rawat inap Puskesmas Gunung Sari sudah mulai memberikan pelayanan rawat inap mulai 19 tahun yang lalu, dan jadwal untuk petugas yang bertugas pada malam hari sudah berjalan dengan baik (Puskesmas Gunung Sari, 2008).
Peran vital puskesmas di masyarakat sangat terasa sekali terbukti dengan makin meningkatnya angka kunjungan masyarakat pada puskesmas. Di daerah NTB menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat jumlah kunjungan ke puskesmas yang diidentifikasi di 9 (sembilan) Kabupaten/kota pada tahun 2004 sebanyak 1.326.000 orang dengan rata-rata perbulan sebanyak 110.550 orang, tahun 2005 sebanyak 1.335.648 orang dengan rata-rata kunjungan perbulan sebanyak 113.304 orang. Tahun 2006 sebanyak 1.342.920 orang atau rata-rata perbulan sebanyak 111. 910, tahun 2008 sebanyak 1.362.912 orang dengan rata-rata perbulan sebanyak 113.576 orang (Dikes NTB, 2008).
Sedangkan menurut data Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Barat Tahun 2008 jumlah kunjungan ke puskesmas yang diidentifikasi di 16 puskesmas pada tahun 2005 sebanyak 87.500 orang dengan rata-rata perbulan sebanyak 5.808 orang, tahun 2006 sebanyak 108.669 orang dengan rata-rata kunjungan perbulan sebanyak 9.055 orang. Tahun 2007 sebanyak 125.920 orang atau rata-rata perbulan sebanyak 10.493, tahun 2008 meningkat sebanyak 185.932 orang dengan rata-rata perbulan sebanyak 15.494 orang. (Dikes Kabupaten Lombok Barat, 2008).
Berdasarkan Data Puskesmas Gunung Sari tahun 2008 Jumlah pasien yang berkunjung ke Puskesmas Gunung Sari lebih banyak pasien rawat jalan dengan perincian pasien rawat inap rata-rata perhari sebanyak 5 (lima) pasien dengan jumlah hari kerja 26 hari/bulan, sehingga selama 1 tahun berjumlah 1560 atau rata-rata 130orang/bulan sedangkan pasien rawat jalan rata-rata perhari sebanyak 100 pasien sehingga selama 1 tahun berjumlah 31.200 orang atau rata-rata 2.600 orang/ bulan (Puskesmas Gunung Sari 2008).
Pelayanan publik oleh pemerintah saat ini masih banyak dijumpai kelemahan, seperti tidak meratanya pelayanan yang diberikan kepada masyarakat kaya dan miskin sehingga belum dapat memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Hal ini ditandai dengan masih adanya berbagai keluhan masyarakat yang disampaikan melalui media massa, sehingga dapat menimbulkan citra yang kurang baik terhadap aparatur pemerintah. Mengingat fungsi utama pemerintah adalah melayani masyarakat maka pemerintah perlu terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan (KEP.MENPAN No.25/M.PAN/2/2004).
Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, sebagaimana diamanatkan dalam Undang‑undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS), perlu disusun indeks kepuasan masyarakat sebagai tolak ukur untuk menilai tingkat kualitas pelayanan. Di samping itu data indeks kepuasan masyarakat akan dapat menjadi bahan penilaian terhadap unsur pelayanan yang masih perlu perbaikan dan menjadi pendorong setiap unit penyelenggara pelayanan untuk meningkatkan kualitas pelayanannya (KEP.MENPAN No.25/M.PAN/2/2004).
Mengingat jenis pelayanan sangat beragam dengan sifat dan karakteristik yang berbeda, maka untuk memudahkan penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) unit pelayanan diperlukan pedoman umum yang digunakan sebagai acuan bagi Instansi Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk mengetahui tingkat kinerja unit pelayanan di lingkungan instansi masing‑masing termasuk puskesmas. Oleh karena itu, penetapan unsur penilaian telah didahului dengan penelitian yang dilaksanakan atas kerja sama Kementerian PAN dengan BPS. Dari hasil penelitian diperoleh 48 (empat puluh delapan) unsur penting yang mencakup berbagal sektor layanan yang sangat bervariasi dan dari hasil pengujian akademis/ilmiah diperoleh 14 (empat belas) unsur yang dapat diberlakukan untuk semua jenis pelayanan, untuk mengukur indeks kepuasan masyarakat unit pelayanan. Namun demikian, masing‑masing unit pelayanan dimungkinkan untuk menambah unsur yang dianggap relevan dengan karakteristiknya (KEP. MENPAN No.25/\M.PAN/2/2004).
Indeks Kepuasan Masyarakat dimaksudkan sebagai acuan bagi Unit Pelayanan instansi pemerintah untuk mengetahui tingkat kinerja unit pelayanan secara berkala sebagai bahan untuk menetapkan kebijakan dalam rangka peningkatan ‑ kualitas pelayanan publik selanjutnya. Bagi masyarakat, Indeks Kepuasan Masyarakat dapat digunakan sebagai gambaran tentang kinerja pelayanan unit yang bersangkutan (KEP. MENPAN No.25/M.PAN/2/2004)


B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang tersebut di atas maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Puskesmas yang merupakan salah satu lembaga publik milik pemerintah yang menyediakan pelayanan khusus bidang kesehatan, sering kali mendapat kritikan dari berbagai pihak atas pelayanan yang diberikan kepada pasien yang datang berobat.
2. Kepentingan pasien atas pelayanan yang diberikan oleh pihak puskesmas tentunya akan berbeda-beda, sesuatu yang dirasakan baik pada saat ini belum tentu baik untuk yang akan datang. Untuk itu Puskesmas dalam hal ini harus secara jeli melihat pasiennya, apabila diketahui adanya Kesenjangan atas kepentingan itu, diperlukan perubahan atau evaluasi dan meningkatkan atas pelayanan yang telah diberikan oleh Puskesmas Gunung Sari kepada pasien sesuai dengan keinginan dan kebutuhan dari pasien tersebut
3. Kualitas pelayanan yang baik tentunya sangat mempengaruhi tingkat kepuasan pasien selanjutnya akan mengakibatkan pasien merasa puas akan pelayanan yang diberikan serta hasil yang didapatkan sehingga akan memberikan nilai positif dan akan berkelanjutan dimasa yang akan datang





C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Pada penelitian ini masalah yang diteliti hanya dibatasi pada Evaluasi tingkat kepentingan dan kepuasan pasien terhadap pelayanan Di Puskesmas Gunung Sari Kecamatan Gunung Sari Kabupaten Lombok Barat Tahun 2009
2. Perumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut di atas maka dapat diajukan permasalahan yaitu sebagai berikut: “Sejauh manakah tingkat kepentingan dimensi pelayanan dan kepuasan pasien terhadap pelayanan Di Puskesmas Gunung Sari Kecamatan Gunung Sari Kabupaten Lombok Barat Tahun 2009 ? “
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk menganalisis tingkat kepentingan dan kepuasan pasien terhadap pelayanan Di Puskesmas Gunung Sari Kecamatan Gunung Sari Kabupaten Lombok Barat Tahun 2009
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengidentifikasi tingkat kepentingan dimensi pelayanan di Puskesmas Gunung Sari menurut pasien
b. Untuk mengidentifikasi kepuasan pasien terhadap pelayanan di Puskesmas Gunung Sari
c. Mengevaluasi hubungan antara tingkat kepentingan dimensi pelayanan dan tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan di Puskesmas Gunung Sari Kecamatan Gunung Sari Kabupaten Lombok Barat Tahun 2009
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pihak Puskesmas Gunung Sari
Bagi pihak Puskesmas Gunung Sari diharapkan sebagai bahan masukan guna memperbaiki pelayanan-pelayanan yang dianggap masih kurang memuaskan oleh pasien yang datang berobat ke Puskesmas Gunung Sari
2. Untuk Pasien
Diharapkan kepada pasien yang datang berobat ke Puskesmas agar mengetahuai hak- hak dan kewajibannya, sehingga mereka dapat memberikan masukan yang sifatnya membangun bagi Puskesmas Gunung Sari
3. Untuk Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman, dan sebagai aplikasi ilmu yang didapatkan dari bangku kuliah khususnya mata kuliaah Administrasi Kesehatan Masyarakat .
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pukesmas
1. Pengertian Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah suatu kesatuan organisasi fungsional yang langsung memberikan pelayanan secara menyeluruh kepada masyarakat dalam suatu wilayah kerja tertentu dalam bentuk usaha-usaha kesehatan pokok (Azrul Azwar, 1983).
Puskesmas adalah suatu organisasi kesehatan fungsional yang memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok (Brotosaputro, 1997).
Sedangkan pengertian puskesmas menurut Depkes RI tahun 2004 adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten atau kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan di suatu wilayah kerja (Depkes, 2004).
Jika ditinjau dari pelayanan kesehatan (health car system) yang berlaku di Indonesia, maka puskesmas adalah tulang punggung, bahwa sistem pelayanan kesehatan di Indonesia dilaksanakan melalui kerjasama timbal balik antara masyarakat dengan puskesmas beserta rujukannya (Azrul Azwar, 1983).



2. Fungsi Puskesmas
Ada beberapa fungsi pokok dari Puskesmas (Depkes, 1990) antara lain:
1) Sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya, membina peran serta masyarakat dalam wilayah kerjanya dalam rangka meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat.
2) Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya.
3) Sebagai pusat pengembangan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya.
3. Misi Puskesmas
Keberadaan Puskesmas mempunyai misi (Depkes, 2004) antara lain adalah:
1) Menggerakkan pembangunan kecamatan yang berwawasan kesehatan
2) Mendorong agar kemandirian masyarakat dan keluarga untuk hidup sehat
3) Memelihara dan meningkatkan pelayanan yang bermutu
4) Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya




4. Kegiatan Puskesmas
a. Kegiatan Puskesmas secara umum
Sesuai dengan kemampuan dan fasilitas yang ada, maka kegiatan yang dapat dilaksanakan oleh puskesmas berbeda-beda, namun kegiatan tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut (Brotosaputro, 1997):
1) Membantu menjaga kesehatan ibu dan bayi
2) P2M (Pemberantasan Penyakit Menular)
3) Kesehatan lingkungan
4) Perawatan kesehatan masyarakat
5) Penyuluhan kesehatan masyarakat
6) Keluarga Berencana
7) Gizi
8) Pengobatan
9) Usaha kesehatan sekolah
10) Kesehatan gigi dan mulut
b. Kegiatan puskesmas khusus persalinan
1) Memberikan pemeriksaan pada ibu hamil
2) Memberikan imunisasi pada ibu hamil
3) Memberikan obat pada ibu hamil
4) Memberikan penyuluhan kepada ibu hamil
5) Memberikan pertolongan persalinan pada ibu hamil


B. Manajemen Pelayanan
1. Pengertian Manajemen Pelayanan
a. Pengertian Manajemen
Manajemen adalah “the process by which the excution of given purpose is put in to operation and supervised” Atau manajemen adalah proses dimana pelaksanaan di suatu tujuan di selenggarakan dan diawasi. (Encyclopasdia of social sciences)
b. Pengertian Pelayanan
Pelayanan adalah merupakan kegiatan dinamis berupa membantu, menyediakan, menyiapkan dan memproses serta membantu keperluan orang lain (Depkes RI, 2002).
c. Prinsip Manajemen Pelayanan
1) Manajemen kesehatan bersifat paripurna baik dalam proses maupun substansi, paripurna dalam hal proses yang artinya manajemen kesehatan mencakup baik fase perencanaan, fase pelaksanaan dan pebgendalian, maupun fase pengawasan dan pertanggung jawaban. Paripurna dalam substansi artinya manajemen kesehatan mencakup baik hal-hal yang bersifat menyeluruh tetapi umum maupun hal yang spesifik yaitu merupakan subsistem dari sistim kesehatan nasional.
2) Terdapat hubungan fungsional antara Depkes dengan Dikes propinsi dan Dikes kabupaten/kota di wilayahnya.
3) Mengantisipasi dampak globalisasi baik dampak positif maupun dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan pembangunan kesehatan.
4) Menggalang peran aktif lintas sektoral dan masyarakat. (termasuk swasta, organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat dan lain-lain) dalam semua fase manajemen kesehatan.
5) Berdasarkan kepada fakta dari data dan informasi serta pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) bidang kesehatan.
6) Berlandaskan kepada moral dan hukum serta mengembangkan sifat-sifat kepemimpinan yang baik di segala bidang yang berupa pemberian teladan, pemberian bimbingan dan motivasi serta pemberian dorongan dan pengendalian (Depkes RI, 2002).
2. Pelayanan Puskesmas Rawat Inap dan Rawat Jalan
a. Pelayanan Pada Puskesmas Rawat Inap
Pelayanan pada puskesmas rawat inap tidak jauh berbeda dengan pelayanan puskesmas rawat jalan, tetapi ada beberapa perbedaan alur pelayanan pada puskesmas rawat jalan dengan rawat inap.
Alur pelayanan pada puskesmas rawat Inap yaitu;
1) Setiap Pasien, masuk melalui Unit Gawat Darurat untuk mendapatkan Pelayanan Medis sebelum ke Ruang Perawatan
2) Petugas UGD melaksanakan Pelayanan Medis sesuai Instruksi Medis Dokter atau Prosedur Tetap Rawat Inap Puskesmas.
3) Petugas UGD membuat Registrasi dan mencacat di Lembar Status Penderita
4) Petugas UGD mengantar Penderita ke Ruang Perawatan sesuai Kriteria
5) Petugas UGD melakukan serah terima dengan Petugas Perawatan
6) Penderita diperkenankan pulang setelah membayar biaya perawatan
7) Setiap Penderita diberikan Kwitansi dan Catatan Medis pasca perawatan
8) Apabila Penderita perlu dirujuk, maka Pasien dirujuk setelah mendapatkan tindakan stabilisasi
9) Apabila Penderita meninggal dunia, maka keluarganya diperkenankan membawa jenazah setelah 2 jam dan membayar biaya perawatan
Bagan Alur Pelayanan



b. Pelayanan Pada Puskesmas Rawat Jalan
Alur pelayanan pada puskesmas rawat Inap yaitu;
1) Setiap Pasien, masuk melalui loket rawat jalan
2) Setelah pasien mendapatkan karcis kemudian mengambil Kartu Rekam Medik yang serahkan kepada petugas
3) Pasien mengantre sesuai dengan poli yang dituju
4) Pasien membayar jumlah biaya perawatan
3. Tarif Perawatan Pada Rawat Jalan dan Rawat Inap di Kabupaten Lombok Barat
Berdasarkan Perda Kab. Lombok Barat tahun 2004, besaran tarif perawatan untuk pasien rawat jalan dan rawat inap di Puskesmas di wilayah Kab. Lombok Barat sebagai berikut :
1. Tarif Rawat Jalan
a. Tarif rawat jalan ditetapkan sebesar Rp. 3000,- setiap pemeriksaan meliputi klinik umum, klinik gigi, klinik KIA/KB dan pemberian obat.
b. Pasien rawat darurat dikenakan tarif sebesar 2 X (dua kali) tarif retribusi pasien umum.
c. Apabila diperlukan tindakan medik operatif/non operatif, pelayanan penunjang diagnostik, konsultasi kesehatan, maka dikenakan biaya sesuai tarif yang ditentukan untuk jenis pemeriksaan/tindakan tersebut.


4. Tarif Rawat Inap

Tarif rawat inap di Puskesmas di Kabupaten Lombok Barat adalah:
1. Tarif Rawat inap/hari Rp. 7.500
2. Bayi lahir normal Rp. 40.000
3. Bayi Lahir dengan risiko tinggi Rp. 60.000
4. Tarif Dokter/hari Rp. 2.500
5. Tarif Makanan/hari Rp. 5.000
Apabila diperlukan pemeriksaan penunjang diagnostik, tindakan medik, serta pemakaian mobil Ambulans/Puskesmas Keliling, maka dikenakan biaya tambahan sesuai tarif yang berlaku.
C. Dimensi Pelayanan di Puskesmas
Adapun Dimensi-dimensi pelayanan yang ada di Puskesmas yang dibahas pada penelitian ini mencakup:
1. Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan;
2. Persyaratan Pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya;
3. Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggung jawabnya).
4. Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku;
5. Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan;
6. Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian  dan ketrampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan/ menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat;
7. Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan;
8. Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani;
9. Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati;
10. Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besamya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan;
11. Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan;
12. Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan, sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan;
13. Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan;
14. Keamanan Pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resiko‑resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan (KEP.PAN Nomor: 25/KEP/M.PAN/2/2004).
D. Tingkat Kepentingan
Tingkat kepentingan pelanggan dibentuk dan didasarkan oleh beberapa faktor diantaranya pengalaman berbelanja dimasa lampau, opini teman dan kerabat serta informasi dan janji-janji perusahaan dan para pesaing (Kotler dan Amstrong) dalam Tjiptono, F. (2000:150).
Ada beberapa penyebab utama tidak terpenuhinya kepentingan pelanggan. Diantara faktor penyebab tersebut ada yang bisa dikendalikan oleh penyedia jasa dengan demikian penyedia jasa bertanggung jawab untuk meminimumkan miskomunikasi dan misinterpretasi dan menghindarinya dengan cara merancang jasa yang mudah dipahami dengan jelas. Dalam hal ini penyedia jasa harus mengambil inisiatif agar ia dapat memahami dengan jelas istruksi dari pelanggan dan pelanggan mengerti benar apa yang akan dilakukan.
Menurut Zeithaml dalam Tjiptono F. (2000 : 62 ) mengemukakan bahwa harapan pelanggan terhadap suatu jasa juga terbentuk oleh beberapa faktor berikut ini :
1. Enduring Service Intensifiers.
Faktor ini merupakan faktor yang bersifat stabil dan mendorong pelanggan untuk meningkatkan sensitifitasnya terhadap jasa.



2. Personal Need.
Kebutuhan yang dirasakan seseorang bagi kesejahteraannya juga sangat menentukan tingkat harapan. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan fisik, sosial dan psikologis.
3. Transito Service Intensifiers.
Faktor ini merupakan faktor individual yang bersifat sementara (jangka pendek) yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap jasa. Faktor ini meliputi :
a. Situasi darurat pada saat pelanggan sangat membutuhkan jasa dan ingin penyedia jasa dapat membantunya.
b. Jasa terakhir yang dikonsumsi pelanggan dapat pula menjadi acuannya untuk menentukan baik-buruknya jasa berikutnya.
4. Precieved Service Alternativers.
Merupakan persepsi pelanggan terhadap tingkat atau derajat pelayanan perusahaan lain yang sejenis. Jika nasabah memiliki beberapa alternatif maka harapannya terhadap suatu jasa cenderung akan semakin besar.
5. Self-Perceived Service Role.
Faktor ini adalah persepsi pelanggan tentang tingkat atau derajat keterlibatannya dalam mempengaruhi jasa yang diterimanya. Jika nasabah terlibat dalam proses pemberian jasa dan keadaan yang terjadi ternyata tidak begitu baik maka pelanggan tidak bisa menimpakan kesalahan sepenuhnya kepada si pemberi jasa. Oleh karena itu persepsi tentang derajat keterlibatannya ini akan mempengaruhi tingkat jasa atau pelayanan yang bersedia diterimanya.
6. Situational Factors
Faktor situasional terdiri atas segala kemungkinan yang bisa mempengaruhi kineja jasa, yang berada di luar kendali penyedia jasa.
7. Explicit Service Promises
Faktor ini merupakan pernyataan (secara personal atau non personal) oleh organisasi tentang jasanya kepada pelanggan. Janji ini bisa berupa iklan, personal selling, perjanjian, atau komunikasi dengan karyawan organisasi tersebut.
8. Implicit Service Promises
Faktor ini menyangkut petunjuk yang berkaitan dengan jasa, yang memberikan kesimpulan bagi pelanggan tentang jasa yang bagaimana yang seharusnya dan yang akan diberikan.
9. Word-Of-Mouth (Rekomendasi/Saran Dari Orang Lain)
Merupakan pernyataan (secara personal atau non-personal) yang disampaikan oleh orang lain selain organisasi (service provider) kepada pelanggan. Word-of-mouth ini biasanya cepat diterima oleh pelanggan karena yang menyampaikannya adalah mereka yang dapat dipercayainya, seperti para pakar, teman, keluarga, dan publikasi media massa. Disamping itu Word-of-mouth juga cepat diterima sebagai refrensi karena pelanggan jasa biasanya sulit mengevaluasi jasa yang belum dibelinya atau belum dirasakannya sendiri.
10. Past Experience
Pengalaman masa lampau meliputi hal-hal yang telah dipelajari atau diketahui pelanggan dari yang pernah diterimanya dimasa lalu. Harapan pelanggan ini dari waktu ke waktu berkembang, seiring dengan semakin bayaknya informasi (nonexperimential information) yang diterima pelanggan serta semakin bertambahnya pengalaman pelanggan
E. Kepuasan
1. Definisi Kepuasan

Kepuasan adalah luapan perasaan hati karena merasa senang dan lega karena sudah merasakan secukup-cukupnya atau sudah terpenuhi hasrat hatinya(Anwar Syarifuddin, 2000).
Mutu atau kualitas pelayanan pada umumnya dapat di ukur, namun mutu jasa pelayanan agak sulit diukur karena umumnya bersifat subyektif karena menyangkut kepuasan seseorang bergantung pada persepsi, latar belakang, sosial ekonomi, norma, pendidikan budaya bahkan kepribadian seseorang. Bagi seorang pasien atau keluarga mutu yang baik biasanya di kaitkan dengan sembuhnya dari sakit atau berkurangnya rasa sakit, kecepatan pelayanan, keramah-tamahan dan tarif pelayanan yang murah. Sebaliknya pasien atau keluarga pasien akan menganggap pelayanan kesehatan adalah jelek apabila menurut dirinya sakit tidak sembuh, antri lama, petugas kesehatannya tidak ramah meskipun dia profesional jadi mutu pelayanan menurut pasien atau keluarga pasien berkaitan dengan kepuasan. Bagi petugas kesehatan mutu yang bagus dari suatu organisasi pelayanan kesehatan. mungkin adalah ketersediaan sarana dan prasarana yang bagus seperti peralatan diagnostik, obat-obatan yang cukup, peralatan kedokteran yang canggih dan sebagainya.

2. Cara Mengukur Tingkat Kepuasan
Tingkat Kepuasan untuk layanan publik dapat diukur dengan menggunakan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM), dengan pertimbangan jenis pelayanan sangat beragam dengan sifat dan karakteristik yang berbeda.

F. Indeks Kepuasan Masyarakat
1. Pengertian Indeks Kepuasan Masyarakat
Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) adalah data dan informasi tentang tingkat kepuasan masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran secara kuantitatif dan kualitatif atas pendapat masyarakat dalam memperoleh pelayanan dari aparatur penyelenggara pelayanan publik dengan membandingkan antara harapan dan kebutuhannya (KEP.PAN Nomor: 25/KEP/M.PAN/2/2004).
2. Tujuan Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)
Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat dimaksudkan sebagai acuan untuk beberapa pihak yaitu :
a. Bagi Unit Pelayanan instansi pemerintah atau pihak terkait Khususnya Puskesmas
Dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kinerja unit pelayanan secara berkala sebagai bahan untuk menetapkan kebijakan dalam rangka peningkatan ‑ kualitas pelayanan publik selanjutnya.
b. Bagi masyarakat Pengguna Layanan Puskesmas
Indeks Kepuasan Masyarakat dapat digunakan sebagai gambaran tentang kinerja pelayanan unit yang bersangkutan (KEP.PAN Nomor: 25/KEP/M.PAN/2/2004)
3. Sasaran Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)
Adapun sasaran penyusunan indeks kepuasan masyarakat (IKM) adalah :
a. Tingkat pencapaian kinerja unit pelayanan instansi pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat;
b. Penataan sistem, mekanisme dan prosedur pelayanan, sehingga pelayanan dapat dilaksanakan secara lebih berkualitas, berdaya guna dan berhasil guna.
c. Tumbuhnya kreativitas, prakarsa dan peran serta masyarakat dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan publik (KEP.PAN Nomor: 25/KEP/M.PAN/2/2004)
4. Ruang Lingkup Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)
Pedoman umum ini diterapkan terhadap seluruh unit pelayanan instansi Pemerintah Pusat dan Daerah, sebagai instrumen penilaian dan evaluasi kinerja pelayanan publik di lingkungan instansi masing‑masing (KEP.PAN Nomor: 25/KEP/M.PAN/2/2004).
5. Manfaat Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)
Dengan tersedianya data IKM secara periodik, dapat diperoleh manfaat sebagai berikut:
a. Diketahui kelemahan atau kekurangan dari masing‑masing unsur dalam penyelenggaraan pelayanan publik;
b. Diketahui kinerja penyelenggaraan pelayanan yang telah dilaksanakan oleh unit pelayanan publik secara periodik;
c. Sebagai bahan penetapan kebijakan yang perlu diambil dan upaya yang perlu dilakukan;
d. Diketahui indeks kepuasan masyarakat secara menyeluruh terhadap hasil pelaksanaan pelayanan publik pada lingkup Pemerintah Pusat dan Daerah;
e. Memacu persaingan positif, antar unit penyelenggara pelayanan pada lingkup Pemerintah Pusat dan Daerah dalam upaya peningkatan kinerja pelayanan;
f. Bagi masyarakat dapat diketahui gambaran tentang kinerja unit pelayanan
(KEP.PAN Nomor: 25/KEP/M.PAN/2/2004).
6. Unsur Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)
Berdasarkan prinsip pelayanan sebagaimana telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri PAN Nomor: 25/KEP/M.PAN/2/2004, yang kemudian dikembangkan menjadi 14 unsur yang "relevan”, “valid" dan "reliabel”, sebagai unsur minimal yang harus ada untuk dasar pengukuran indeks kepuasan masyarakat.
7. Langkah – Langkah Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)
a. Tahap Persiapan
1) Penetapan Pelaksana
2) Penyiapan bahan
3) Penetapan Responden, Lokasi dan Waktu Pengumpulan Data
4) Penyusunan Jadwal
b. Pelaksanaan Pengumpulan Data
1) Pengumpulan data
2) Pengisian kuesioner
c. Pengolahan Data
1) Metode Pengolahan Data
2) Perangkat Pengolahan
3) Pengujian kualitas data
d. Laporan Hasil Penyusunan Indeks
1) Indeks per unsur pelayanan
2) Prioritas peningkatan kualitas pelayanan (KEP. MENPAN No. 25/M.PAN/2/2004)
Untuk lebih rincinya dapat dilihat pada teknik dan Instrumen pengumpulan data dan Teknik Analisa data

G. Analisa Importance dan Performance Matrix
Konsep ini disadur dari Freddy Rangkuti (2003). Melihat cara penerapan pengukuran yang tidak terlalu rumit dan pernah dilakukan pada beberapa perusahaan, dengan dimodifikasi, kami menggunakannya untuk mengukur mutu RS. Karya Bhakti.
Untuk memperjelas konsep ini Expectation diganti dengan Importance atau tingkat kepentingan menurut persepsi pengguna jasa. Dari berbagai persepsi tingkat kepentingan pengguna jasa, kita dapat merumuskan tingkat kepentingan yang paling dominan. Diharapkan dengan memakai konsep tingkat kepentingan ini, kita dapat menangkap persepsi yang lebih jelas mengenai pentingnya variable tersebut di mata pengguna jasa, dan selanjutnya dikaitkan dengan kenyataan yang dirasakan oleh pengguna jasa. Analisa ini menggunakan diagram importance dan performance matrix. Berikut akan disajikan bentuk diagram dan penjelasannya mengenai diagram tersebut.
IMPORTANCE / PERFORMANCE MATRIX


I
Attributes to Improve
High Leverage
IMPORTANCE
HIGH
II
Attributes to Maintain

III
Attributes to Maintain
IV
Low Leverage
Attributes to De-emphasize

HIGH
PERFORMANCE
LOW



Matrik ini terdiri dari 4 kuadaran :
1 Kuadran I terletak disebelah kiri atas. Kuadran I (attribute to improve) adalah wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap penting oleh pengguna jasa tetapi pada kenyataannya faktor-faktor ini belum sesuai seperti yang diharapkan oleh pengguna jasa. Variabel-variabel yang masuk dalam kuadran ini harus ditingkatkan/improve dengan cara perbaikkan yang dilakukan secara terus menerus sehingga performance variabel yang ada dalam kuadran ini akan meningkat.
2 Kuadran II terletak disebelah kanan atas. Kuadran II (maintain performance) adalah wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap penting oleh pengguna jasa dan sudah sesuai dengan yang dirasakannya sehingga tingkat kepuasannya relatif lebih tinggi. Variabel-variabel yang ada dalam kuadran ini harus tetap dipertahankan karena semua variabel ini menjadikan produk/jasa tersebut unggul di mata pelanggan.
3 Kuadran III terletak disebelah kiri bawah. Kuadran III (attributes to maintain) adalah wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap kurang penting oleh pengguna jasa dan pada kenyataanya kinerjanya tidak terlalu istimewa. Peningkatan variabel-variabel yang termasuk dalam kuadran ini dapat dipertimbangkan karena pengaruhnya terhadap manfaat yang dirasakan oleh pengguna jasa sangat kecil.
4 Kuadran IV terletak disebelah kanan bawah. Kuadran IV (main priority) adalah wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap kurang penting oleh pengguna dan dirasakan terlalu berlebih-lebihan. Variabel-variabel yang termasuk dalam kuadran ini dapat dikurangi.
Untuk memberi contoh penggunaan matrik tersebut, misalnya, variabel harga. Bila harga dipersepsikan oleh pengguna jasa sebagai variabel yang sangat penting sedangkan pada kenyataannya pengguna jasa merasakan bahwa saat ini harga sangat mahal, maka, kita dapat memperoleh hubungan antara tingkat kepentingan mengenai harga dan kenyataan harga yang dirasakan oleh pelanggan sebagai berikut : importance = high ; performance = low, sehingga dapat ditampilkan sebagai berikut :


IMPORTANCE
HIGH





I Variabel Harga





II


III

IV
HIGH
PERFORMANCE
LOW



( Pandji Tjiptono 2000. Pengukuran Manajemen Pelayanan. UI. Press Jakarta. )
1. Teknik Analisa Importance/Performance Matrix
Teknik analisa ini adalah mencari hubungan antara Tingkat Kepentingan dan Tingkat Kepuasan (Performance). Penilaian atau skoring dari jawaban tersebut berdasarkan skala likert yang dimodifikasi. Dibawah ini akan ditampilkan skoring jawaban kuesioner.

Tingkat Kepentingan Tingkat Kepuasan
Sangat Penting : 4 Sangat Puas : 4
Penting : 3 Puas : 3
Tidak Penting : 2 Kurang Puas : 2
Sangat Tidak Penting : 1 Tidak Puas : 1

Hasil jawaban responden terhadap masing-masing variabel importance & performance dicari nilai meannya dan dituangkan dalam bentuk tabel.
Nilai mean masing-masing variabel tersebut akan diwujudkan dalam matriks importance & performance, yaitu dengan menghubungkan nilai performance pada sumbu X dan nilai importance pada sumbu Y. Kemudian nilai mean masing-masing variabel ditotal dan dicari nilai meannya lagi. Dari mean total importance & performance itulah yang digunakan sebagai batas untuk menentukan kuadran 1, 2, 3, dan 4.

Blog Ini Juga mempromosikan Obat Tradisional daerah Mbojo

Blog ini juga mempromosikan obat-obat tradisional daerah Mbojo ciptaan Bapak Drs. Abdullah Landa, yang khasiatnya dapat menyebuhkan berbagai penyakit diantara Hepatitis A dan B, Mandul dan Penyakit-penyakit Kronis Lainnya. Info Pemesanan Fadli HP: 08175719007 dapat mengirim email ke alamat pemilik Blog ini.